Selasa, 19 Januari 2010

Cina-APEC

Deng Xiaoping mengumumkan “Reformasi dan Keterbukaan” pada akhir tahun 1978. Tujuan Deng hanya satu yaitu bagaimana membawa perekonomian Cina maju dan tidak ketinggalan dengan negara-negara lainnya di dunia.
Tetapi kenyataan berkata lain, 30 tahun berlalu, Cina menjadi raksasa ekonomi dunia. Bertranformasi menjadi negara yang memiliki ekonomi ketiga terbesar di dunia. Bahkan memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat di dunia. Tidak ada yang menyaingi ekonomi Cina, selain Amerika Serikat. Tetapi pada akhir tahun 2008, Amerika terseret dalam krisis finansial global yang menyebabkan Amerika harus berjibaku menyelamatkan negaranya dari kehancuran.
Cina di tengah terpaan badai krisis, tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 7 %. Keberhasilan Cina di bidang ekonomi membuat Cina memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Hal ini mempermudah Cina bersaing di kancah internasional. Dengan perlahan tetapi pasti, Cina mulai memainkan posisi penting di dunia. Terutama pada kerjasama di bidang ekonomi seperti APEC, yang pada 14-15 November 2009 diselenggarakan di Singapura.
APEC dalam dua dekade terakhir menjadi kunci kerja sama regional ekonomi di Asia Pasifik. Sejak berdiri tahun 1989, anggotanya terus bertambah dari 12 negara menjadi 21 negara. APEC menguasai 54% ekonomi global, 44 % perdagangan global dan 40% populasi dunia. Dalam kurun waktu 20 tahun, penurunan tarif perdagangan antara negara anggota APEC telah turun dari 17% menjadi kurang dari 6%. Perdagangan terus meningkat lima kali lipat.
Cina bergabung dengan APEC pada tahun 1991. Pada tahun tersebut merupakan tahun-tahun yang sulit bagi Cina. Karena Cina masih trauma dengan tragedi Tiananmen yang terjadi pada bulan Juni 1989. Hal ini pula yang membuat Cina agak terkucil dari dunia internasional. Perekonomian Cina dapat dikatakan belum pulih sepenuhnya akibat peristiwa berdarah yang menyebabkan para demonstran tewas mengenaskan. Jiang Zemin mulai saat itu, secara terus-menerus menghadiri pertemuan dan melibatkan Cina dalam agenda acara APEC.
Salah satu kontribusi Cina yang signifikan dalam kerja sama ini adalah mendirikan akademi Cina-APEC yang telah disepakati pada pertemuan di Shanghai pada tahun 2001. Selang waktu satu tahun, pada tanggal 26 April 2002, Akademi Cina-APEC diresmikan. Akademi ini didukung oleh Universitas Nankai, yang merupakan salah satu dari 15 universitas yang memiliki pusat penelitian ilmu sosial bertaraf nasional.
Kebijakan Cina terhadap APEC tentu saja sejalan dengan tujuannya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan membukan jalur perdagangan dengan negara lain. Cina menginginkan APEC bertindak sebagai sebuah forum ekonomi dan memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi kawasan.
Cina menggunakan APEC sebagai jembatan untuk menyambungkan perdagangan dengan negara lain. Dalam forum ini Cina bertemu dengan para mitra dagangnya terutama Jepang dan Amerika Serikat. Dengan forum ini Cina juga bisa mendekatkan hubungan perdagangan dengan Taiwan.
Cina juga terus mengacu pada “Pendekatan APEC” sebagai moda dan prinsip dari kerja sama ekonomi antara negara-negara anggota. Pendekatan ini mengenal adanya keragaman dan menekankan pada prinsip sukarela, penyusunan konsensus, fleksibel dan bertahap.
Cina sangat mementingkan kerja sama teknologi dan ekonomi dalam forum APEC. Bila kedua poin penting di atas dapat bersinergi dengan liberalisasi perdagangan dan investasi, maka akan membawa perkembangan yang stabil di kawasan Asia Pasifik.
Hu Jintao dalam pidatonya kembali mengedepankan adanya liberalisasi perdagangan dan mengurangi praktek proteksionisme dari negara-negara maju. Kemudian Hu mengajak negara-negara lain untuk melanjutkan Doha Round yang telah delapan tahun terhenti. Mengingat ”Bogor Goals” yang telah disepakati bersama pada tahun 1994, bahwa negara-negara maju harus meliberalisasi perdagangannya pada tahun 2010 dan negara berkembang pada tahun 2020.
Menurut Barry Desker, APEC yang sudah berumur 20 tahun ini memiliki janji yang sama tetapi dengan tantangan yang baru. Janjinya yaitu liberalisasi perdagangan, tetapi dalam situasi global yang sedang dilanda krisis.
Menurut Andrew Elek, komitmen APEC yang bersifat outward looking menjadi hal penting dalam mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh krisis finansial global. Tetapi hal tersebut dirasa masih kurang, dengan mempertimbangkan imbas yang dihasilkan oleh krisis itu sendiri. APEC diharapkan dapat mengambil langkah yang signifikan dalam menghadapi krisis. Tidak hanya berbicara saja tanpa melahirkan suatu aksi yang jelas.
Acara foto bersama para pemimpin negara dengan kostum yang disediakan oleh negara penyelenggara merupakan acara yang paling signifikan di antara agenda acara yang diselenggarakan oleh APEC seperti yang diungkapkan oleh Teymoor Nabili. Sindiran ini menunjukkan bahwa APEC belum menjalankan fungsinya dengan baik dan hanya menjadi ajang unjuk bergaya.

Tidak ada komentar: