Minggu, 31 Oktober 2010

Bencana Alam Terus Mengancam

Bencana alam merupakan sesuatu yang datangnya dari alam dan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Akan tetapi, hal ini bukanlah alasan untuk tidak dapat mencegah, memprediksi, bahkan mengantisipasi datangnya bencana tersebut.
Indonesia yang baru-baru ini merasakan derasnya air yang menyapu distrik Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat (04/10). Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Kementrian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan koordinasi dengan cabang-cabang yang terdapat di seluruh timur Indonesia untuk mengoptimalkan proses penanggulangan bencana dan bantuan untuk korban banjir.
Pada tanggal 6 Oktober PPK Kemenkes melaporkan bahwa sedikitnya 58 orang meninggal dunia, 1 diantaranya petugas kesehatan, 81 korban luka berat yang beberapa diantaranya sudah dirujuk ke RSUD Kabupaten Manokwari dan Nabire, serta ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Kementerian Kesehatan juga mengerahkan bantuan berupa pengiriman 100 buah kantong mayat, makanan pengganti ASI 1 ton, obat-obatan sebanyak 1 ton, serta mengirimkan 5 tenaga ahli kesehatan ke Wasior, Papua Barat. PPK Regional Makassar, Sulawesi Selatan telah mengirimkan set peralatan pengobatan bedah tulang (set ortopedis). Kemudian Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari yang telah mengirimkan 7 perawat dan 3 dokter.

Antisipasi
Hal-hal yang harus diantisipasi adalah penyakit yang kerap muncul setelah bencana banjir terutama kebutuhan akan air bersih. Karena sumber air bersih yang berada di lokasi bencana biasanya sudah tercemar lumpur. Selain pengiriman tenaga medis dan obat-obatan, pengiriman air bersih menjadi prioritas utama dalam penanggulangan bencana banjir
Kemudian penyakit-penyakit yang membuat bertambah parah para korban harus diantisipasi, bahkan dicegah sekalipun. Contoh penyakit yang sering muncul pasca banjir adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut, gatal-gatal, demam, dan diare. Perlu diwaspadai lagi adalah ancaman malaria, karena wilayah Papua dan Papua Barat merupakan wilayah endemis malaria.
Ketua Umum Pengurus Pusat PAEI (Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia) dr. I Nyoman Kandun, MPH mengatakan bahwa peranan ahli epidemiologi sangat penting, terutama dalam melakukan survei cepat kesehatan dan kebutuhan korban bencana.

Cina dan Bencana Alam
Sebagai contoh, Cina juga merupakan salah satu negara yang sering mengalami bencana alam. Kemudian dengan bertambah parahnya perubahan iklim, bencana alam kerap terjadi di Cina.
Dengan melihat frekuensi bencana alam yang begitu sering terjadi, maka Cina mengambil langkah pencegahan sebelum terjadi hal yang lebih parah lagi. Pada tahun 1998, Cina mengeluarkan Rencana Pengurangan Bencana Republik Rakyat Cina (1998-2010). Di dalamnya meliputi garis besar, tujuan dan metode pengurangan bencana.
Kemudian setahun setelah terjadinya gempa bumi di Sichuan pada Mei 2008, pemerintah Cina mengeluarkan White Paper : China’s Actions for Disaster Prevention and Reduction. Langkah ini merupakan langkah positif yang diambil Cina dalam rangka mengurangi dan mencegah terjadinya bencana alam. Cina membuktikan bahwa mereka tidak main-main dalam tindakan pencegahan dan pengurangan. Bersamaan dengan dikeluarkannya White Paper : China’s Actions for Disaster Prevention and Reduction, Cina juga menetapkan tanggal 12 Mei menjadi Hari Pencegahan dan Pengurangan Bencana.
Tujuan dikeluarkannya White Paper : China’s Actions for Disaster Prevention and Reduction ini adalah untuk membangun sistem kerja menyeluruh dan mekanisme operasional dalam hal pengurangan bencana; untuk memajukan kapabilitas dalam hal pengawasan, peringatan, pencegahan, persiapan, situasi darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi; untuk meningkatkan kewaspadaan publik terhadap pengurangan bencana dan keahlian penyelamatan pada situasi gawat darurat; terakhir adalah untuk mengurangi korban bencana dan kerugian dalam bidang ekonomi akibat bencana alam.
Berdasarkan White Paper : China’s Actions for Disaster Prevention and Reduction, pada akhir 2008, berdiri sebanyak 34.000 posko-posko sumbangan baik di kota besar dan di kota kecil. Kemudian terdapat 430.000 organisasi sukarelawan dan memiliki hampir 100 juta sukarelawan. Sukarelawan ini sebagian besar berasal dari Liga Pemuda Komunis, Palang Merah dan Administrasi Sipil.
Pemerintah Cina juga mengadakan latihan khusus manajemen situasi darurat sejak tahun 2005. Latihan ini ditujukan terutama untuk para pejabat di tingkat. Bahkan sejak tahun 2006, latihan khusus ini bertujuan untuk menghadapi banjir dan kekeringan.
Pada tingkat IPTEK, Cina mulai mengembangkan satelit yang lebih canggih untuk memprediksi dan mendeteksi segala macam bencana lebih dini. Sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilaksanakan.
Situasi yang terjadi setelah terjadinya gempa ini, menunjukkan bahwa Cina terus berusaha untuk meminimalisir korban dan kerugian yang akan menimpa Cina bila terjadi bencana alam yang mungkin lebih besar dari gempa Sichuan.
Menurut Zhang Hailun, Pengajar dari Institut Hidrologi dan Sumber Daya Air, Institut Riset Hidraulik Nanjing, mengatakan bahwa strategi mitigasi banjir di Cina terbagi menjadi tiga bagian : pertama, konservasi tanah dan air; kedua, pembangunan sistem kontrol banjir dan pemeriksaan banjir.
Kementrian Sumber Daya Air merupakan kementrian yang mengatur sumber daya air di seluruh negeri di Cina. Kemudian terdapat Komisi Aliran Sungai, yang merupakan tangan-tangan dari Kementrian Sumber Daya Air untuk mengatur fungsi administrasi air di sungai-sungai. Komisi ini berperan penting dalam mengatur sumber daya air sungai, mengkoordinasi banjir dan perlindungan dari kekeringan, dan sebagainya.
Cina juga memiliki “Pusat Pemeriksaan Banjir dan Perlindungan Kekeringan” (FPDDHQ) yang bertugas untuk memobilisasi kebutuhan-kebutuhan dan mengoperasikan sistem kontrol banjir. Bila terjadi banjir, koordinasi dalam operasi penanggulangan banjir diatur semuanya oleh badan ini.
Dengan melihat usaha-usaha Cina dalam menanggulangi bencana, diharapkan pemerintah Indonesia juga dapat mengikuti atau meningkatkan usaha dalam penanggulangan bencana agar dapat mengurangi jatuhnya korban.

Minggu, 24 Oktober 2010

Tahun Macan Tanpa Macan

Setelah harimau Bali dan harimau Jawa, sekarang giliran harimau Sumatera yang mulai bersiap-siap menuju kepunahan. Hal ini bukanlah main-main karena saat ini populasi harimau Sumatera sekitar 400 ekor, sementara pada tahun 1970-an populasinya masih mencapai 1.000 ekor. Dalam 40 tahun, penurunan populasi harimau Sumatera sungguh signifikan. Lima tahun ke depan diprediksikan harimau Sumatera akan punah bila kita tidak melestarikan satwa langka tersebut.

Penyebab
Penyebab kepunahan harimau tidak lepas dari peran manusia yang selalu ”meng-gunduli” hutan. Kegiatan ini mau tidak mau menyebabkan satwa langka tersebut tidak memiliki tempat tinggal.
Kemudian perburuan dan perdagangan harimau penyebab lain kepunahan dari satwa yang dilindungi tersebut. Berdasarkan detik.com, semakin marak perdagangan or-gan harimau Sumatera di internet. Sebagian besar dijual ke China dan Korea Selatan den-gan jalur perdagangan dari Indonesia melewati Malaysia, Thailand dan Taiwan. Perburuan liar yang mengancam keberadaan harimau Sumatera membuat populasi satwa itu di wilayah Bengkulu tinggal 50 hingga 70 ekor
Konflik dengan manusia menjadi salah satu alasan mengapa harimau Sumatera mulai menghilang. Hal ini tidak lepas dari penebangan hutan dan semakin meningkatnya populasi manusia di sekitar habitat satwa langka tersebut. Akibatnya para harimau ini merambah pemukiman-pemukiman penduduk, yang ironisnya merugikan kedua belah pihak. Dari tahun 1998-2009, sebanyak 46 ekor harimau ditemukan mati akibat konflik dengan manusia dan perburuan di Riau.
Faktor lain yang menyebabkan harimau Sumatera punah adalah kemiskinan. Ma-nusia melakukan kegiatan perburuan terhadap satwa liar, yang merupakan mangsa atau makanan dari haimau Sumatera. Hal ini menyebabkan, satwa langka tersebut kehabisan makanan dan akibatnya manusia yang disantap oleh hewan loreng-loreng tersebut.

Upaya
Upaya pelestarian harimau Sumatera harus dilakukan secara menyeluruh. Semua elemen yang bersinggungan dengan satwa langka ini harus turut berpartisipasi, mulai dari pemerintah sampai masyarakat Indonesia.
Pemerintah melakukan upaya untuk menyelamatkan satwa tersebut melalui pena-taan ruang kawasan lindung. Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan mengatakan bahwa se-lain selaras dengan program lima tahun Kementrian Kehutanan, upaya konservasi meru-pakan langkah tindak lanjut kesepakatan tiga Menteri, yaitu Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Negara Lingkungan Hidup, dan Menteri Kehutanan, serta sepuluh Gubernur se-Sumatera tentang Penataan Ruang berbasis ekosistem.
Kawasan berfungsi lindung di Sumatera antara lain meliputi kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata, taman wisata laut dan taman buru. Sebanyak delapan suaka margasatwa dari total 23 suaka margasatwa yang ada di Sumatera ditujukan untuk pelestarian harimau Sumatera. Selain itu, telah di-tetapkan pula sebanyak 11 cagar alam dan 11 taman nasional di Sumatera untuk pelesta-rian spesies ini. Taman nasional yang ditetapkan sebagai tempat pelestarian Harimau Sumatera antara lain taman nasional Gunung Leuser, Batang Gadis, Tesso Nilo, Bukit Tigapuluh, Berbak, Kerinci Seblat, Bukit Barisan Selatan dan Sembilang.
Didirikannya Yayasan Penelitian Harimau Sumatera merupakan salah satu cara lain untuk menyelamatkan satwa langka tersebut. Yayasan ini terletak di provinsi Riau dan berfungsi untuk memantau sisa satwa yang masih bertahan hidup. Pusat penelitian tersebut akan didirikan pertama kali di wilayah Sinepis yang berada di Kabupaten Rokan Hilir. Kawasan hutan Sinepis yang berada di ujung timur laut pesisir Riau merupakan ha-bitat penting harimau sumatra. Kawasan yang dijadikan untuk konservasi harimau suma-tra itu seluas 106.086 hektare.
Dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), World Wildlife Fund (WWF) menetapkan ”Tahun Harimau 2010” yang menandakan dimulainya kampanye WWF tentang penyelamatan harimau dan habitatnya yang mulai pada 12 Februari 2010 hingga sepanjang tahun 2010. Menurut Devi Rameiyanti, Awareness Program Officer ProFauna Indonesia, mengatakan bahwa upaya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi juga ditempuh untuk konservasi harimau Sumatera. Caranya dengan Data Genom dan Bank Sperma, yang selanjutnya dapat dikembangkan pada proses pembuahan sel telur tanpa proses perkawinan secara normal atau inseminasi buatan.
Akan tetapi, semua upaya yang direncanakan tersebut akan menjadi sia-sia jika ti-dak melibatkan masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Sumatera khusus-nya. Sosialisasi mengenai penyelamatan harimau Sumatera ini harus mengena di masya-rakat. Bahkan sampai menumbuhkan kesadaran dan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap satwa yang dilindungi tersebut.

Minggu, 03 Oktober 2010

Kebanjiran Imigran Gelap

Indonesia dari tahun ke tahun kebanjiran imigran gelap, terutama dari Negara Pakistan dan Afghanistan yang selama ini hidup dalam peperangan dan kemiskinan. Kasus teranyar adalah 29 imigran gelap yang berasal dari Afghanistan datang secara tak diundang ke ibukota Sulawesi Tengah, yakni Palu.

Menurut Irwan N Tangge, Pelaksana Harian Kepala Imigrasi Palu, ke 29 warga Afganistan itu adalah pengungsi Afganistan yang mencari suaka di Negara yang akan dituju yaitu, Australia dan Rusia. Memang tujuan dari para imigran gelap adalah Australia untuk meminta perlindungan atau suaka politik. Mereka menjadikan Indonesia sebagai tempat transit sebelum mereka menuju ke Negara tujuan.

Mengapa Kebanjiran?
Kantor Imigrasi Mataram mencatat sebanyak 300 Imigran gelap Afganistan masuk Indonesia melalui wilayah NTB selama tahun 2009. Seluruh Imigran gelap itu masing-masing ditangkap di sejumlah daerah seperti Kabupaten Bima, Lombok Timur, Lombok Tengah dan Lombok Barat. Adapun menurut Brigjen Pol Saud Usman Nasution, Direktur I Kamtranas, sepanjang tahun 2010 sebanyak 1.031 imigran gelap telah diamankan. Mereka berasal dari Afganistan 797 orang, Myanmar 29 orang, Srilanka 105, Irak 43 orang, Iran 57 orang.

Hal ini menjadi pertanyaan mengapa Indonesia terus kebanjiran imigran gelap? Karena Indonesia tidak bisa serta merta mengusir para imigran gelap tersebut disebabkan oleh Hak Asasi Manusia. Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB yang mengharuskan Indonesia menjunjung tinggi HAM. Jadi Indonesia harus memperlakukan mereka sesuai prosedur yang berlaku. Mantan Menteri Hukum dan HAM, Andi Matalatta mengatakan bahwa faktor penyebab suburnya jumlah pengungsi di Indonesia adalah karena letak Indonesia yang ada di persimpangan membuat negara kita ini menjadi tempat transit para imigran gelap.

Menurut pakar hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, Indonesia sudah mempunyai perjanjian dengan IOM (International Organization for Migration) suatu badan di bawah PBB tentang bagaimana mengatasi imigran gelap. Para imigran gelap itu dibiayai oleh IOM. Kemudian mereka disortir, lalu IOM yang akan mengirim orang bila ada Negara yang mau menerima atau dideportasi.

Kerugian
Kebanjiran imigran gelap bukanlah membawa keuntungan bagi Indonesia, akan tetapi membawa kerugian bagi Indonesia. Banyak catatan yang mengungkapkan bahwa para imigran gelap ini juga melakukan tindak kriminal seperti mencuri dan menimbulkan kericuhan di tempat penampungan.

Hal ini juga terjadi di Palu, setelah dari Mapolda mereka dititipkan ke sebuah Hotel untuk beristirahat. Namun hal ini justru membuat para imigran kabur dengan cara memanjat tembok dan menjebol atap hotel menuju perumahan warga. Hal ini menimbulkan kerugian baik pihak hotel maupun warga sekitar.
Contoh lainnya adalah ketika berada di tempat penampungan, para imigran itu mendapat uang saku dari IOM dalam bentuk dolar. Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan penduduk setempat yang berujung pada konflik antara imigran dengan penduduk setempat.

Penanggulangan
Berdasarkan hasil kegiatan Lokakarya Strategi Penanganan Imigran gelap di Indonesia Putaran ke VI, Ciamis yang diselenggarakan oleh International Organization for Migration (IOM) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan Bareskrim Markas Besar POLRI, cara menanggulangi fenomena imigran gelap adalah diperlukan Koordinasi lintas sektoral (inter-departemen), kemudian melakukan sosialisasi dengan masyarakat perbatasan, pantai, pedesaan, perkotaan tentang kepekaan terhadap keberadaan orang asing yang dicurigai untuk melapor ke Pemda, Polri, atau Kantor Imigrasi.

Meningkatkan profesionalisme aparatur penegak hukum dan keamanan. Serta memanfaatkan sarana dan prasarana yang saat ini dimiliki secara maksimal.
Perlu ditingkatkan kerjasama bilateral dengan negara lain, termasuk negara asal imigran gelap tersebut.

Adapun langkah-langkah dalam menanggulangi permasalahan tentang Imigran gelap di level Provinsi adalah pertama, optimalisasi Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing (SIPORA) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kedua, koordinasi intensif dalam rangka pencegahan permasalahan yang timbul akibat imigran gelap melalui jalur intelejen daerah (KOMINDA). Ketiga, sosialisasi lebih gencar kepada masyarakat di daerah berkaitan dengan kewaspadaan dini terhadap berbagai aktivitas orang asing baik luar negeri ataupun yang bukan warga setempat, selain tentang kemungkinan imigran gelap juga antisipasi terhadap aktivitas terorisme.

Menurut Hikmahanto Juwana, Indonesia harus memperbaiki sistem imigrasi. Setiap kedatangan imigran misalnya, dari negara-negara seperti Irak dan Iran yang tidak mempunyai uang yang cukup, membawa tiket satu arah harus dicurigai ada kemungkinan mereka akan jadi imigran ilegal.

Untuk mengatasi masalah imigran gelap ini, pemerintah sebenarnya sudah melakukan suatu aksi dengan membentuk sebuah satuan tugas (satgas) yang diketuai oleh Dirjen imigrasi. Satgas itu melibatkan semua instasi yang ada, termasuk IOM dan UNHCR. Satgas ini salah satunya bertugas mewawancarai dan membujuk imigran tersebut supaya mau kembali ke negara asalnya. Langkah selanjutnya adalah mengoptimalkan kinerja dari Satgas tersebut, jangan sampai pada awalnya bagus namun akhirnya melempem.