Senin, 28 September 2009

Awas Jarum Suntik!

Pasca kerusuhan Xinjiang pada tanggal 5 Juli 2009, bukan ketentraman yang diperoleh melainkan serangan jarum suntik yang meresahkan para warga Xinjiang. Pemerintah China kembali “kecolongan” dalam mencegah teror.
Serangan jarum suntik memakan hingga 531 korban di Urumqi, ibukota dari Daerah Otonomi Khusus Xinjiang. 171 korban diantaranya mengalami luka suntikan yang sangat jelas terlihat. Mayoritas korban dari serangan ini adalah etnis Han, dan sisanya berasal dari etnis Uighur, Kazak, Hui, dan Mongolia. Untungnya jarum suntik yang digunakan tidak mengandung zat kimia atau virus-virus yang berbahaya.
Para pelaku serangan sudah ditangkap dan dihukum penjara antara tujuh sampai lima belas tahun. Tetapi hal ini tidak terlalu mempengaruhi para warga yang sudah terlanjur berada di bawah ketakutan.

Respon
Respon yang diberikan dari warga Xinjiang adalah langsung melakukan protes kepada pemerintah otonomi. Mereka menuntut adanya keamanan dan stabilitas sosial bagi warga Xinjiang.
Akibatnya Li Zhi, Sekretaris Partai Komunis Xinjiang dan Liu Yaohua, kepala polisi Xinjiang, dicopot dari jabatannya. Liu Yaohua digantikan Zhu Changjie, Ketua Partai daerah Aksu, Xinjiang. Sedangkan Li Zhi digantikan oleh Zhu Hailun, Ketua Komisi Hukum dan Politik Partai Komunis China, Xinjiang. Tetapi Sekretaris Partai Komunis China, Wang Lequan tidak diturunkan dari jabatannya.
Pemerintah China juga melakukan tindakan penjagaan. Polisi dikerahkan untuk melakukan penjagaan di daerah rawan, seperti di bus-bus, sekolah, dan rumah sakit. Hal ini mengingat bahwa serangan dilakukan di daerah yang ramai. Para warga mau tidak mau menghentikan kegiatannya sementara waktu. Kecurigaan terhadap sesama warga meningkat. Mengakibatkan para warga tidak mau menggunakan alat transportasi publik. Setelah serangan tersebut, para warga memilih berjalan kaki, naik sepeda atau berdiam diri di rumah.
Pemerintah China juga melakukan pengontrolan terhadap bahan kimia. Pemeriksaan identitas yang lebih ketat sebelum seseorang melakukan transaksi jual beli.
Rumah sakit-rumah sakit di Xinjiang juga memberikan informasi cara penyelamatan pertama bila terkena serangan jarum suntik. Brosur-brosur mengenai informasi tersebut disebar di seluruh kota. Ditambah dengan disediakannya konsultasi psikologis bagi para korban serangan. Hal ini ditujukan untuk membantu para korban mengatasi trauma akibat serangan tersebut.
Menurut Du Xintao, staf dari Departemen Keamanan Publik, mengatakan serangan ini merupakan kejahatan teroris. Serangan ini bukan merupakan keisengan semata atau aktivitas kriminal biasa, tetapi merupakan serangan yang direncanakan dengan baik. Serangan ini menyebabkan terganggunya stabilitas sosial dan menciptakan atmosfir yang mencekam bagi para warga. Hal ini merupakan kejahatan terhadap masyarakat.
Dampak dari serangan ini juga terasa pada bidang pariwisata Xinjiang. 76 grup turis yang terdiri dari 3.358 calon turis membatalkan kepergiannya. Rata-rata kunjungan harian tempat pariwisata mencapai 3.000-5.000 sebelum terjadinya kerusuhan. Angka yang cukup besar ini anjlok hingga 300-600 saja.
Tetapi harapan untuk memperbaiki masih tetap ada. Hal ini terlihat dari masih ada kunjugan yang dilakukan oleh turis dari Asia Tenggara, terutama Singapura dan Indonesia. Tur 11 hari ini merupakan tur pertama kali sejak terjadinya kerusuhan bulan Juli lalu.
Pemerintah China juga mengalokasikan dana sebesar 5 juta Yuan atau setara dengan AS$ 730.000 untuk menhidupkan kembali sektor pariwisata. Tidak hanya alokasi dana saja, tetapi pemerintah mempromosikan beberapa acara untuk menarik minat para wisatawan. Contohnya seperti Festival Pohon Poplar Internasional, Festival Fotografi Internasional, Festival Budaya di kota ”Jalur Sutra” Qiuci, dan Festival Es dan Salju di Altay, Kanas dan Danau Tianchi.
Zhou Yongkang, anggota Komite Tetap Politbiro Partai Komunis China, menginginkan adanya stabilitas sosial di Xinjiang. Hal ini disampaikannya pada rapat keamanan nasional dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun China ke-60, seperti dilansir oleh Xinhua (12/09/09).
Masalah keamanan nasional ini menjadi sensitif, karena dalam menyambut dirgahayu China. Pemerintah China akan mengetatkan keamanan dan stabilitas di daerah-daerah rawan konflik seperti di Xinjiang dan Tibet. Serangan jarum suntik ini bisa jadi merupakan serangan awal dari rangkaian serangan yang semakin meningkat mendekati tanggal 1 Oktober 2009. Seperti contohnya pada waktu mendekati pembukaan Olimpiade Beijing 2008, terjadi serangan terhadap polisi di Xinjiang. Beban berat harus dipikul oleh para pejabat yang baru saja menduduki posisinya. Mengembalikan sebuah kepercayaan bukanlah suatu hal yang mudah.

China dan Lingkungan

China dalam tiga dekade terakhir ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Tetapi dalam tiga dekade terakhir ini juga China mengalami pencemaran lingkungan.
Warga kota-kota industri yang jarang melihat matahari secara langsung, anak-anak keracunan bahkan sampai meninggal akibat polusi, daerah pesisir pantai yang ditumbuhi alga merah. Hal-hal ini sudah menjadi biasa di China.
Pada bulan Agustus lalu terdapat kasus pencemaran lingkungan. Kasus pencemaran timah oleh Perusahaan Dongling di provinsi Shaanxi, kemudian terjadi kembali kasus pencemaran yang terjadi di Kunming, Yunnan. Hal ini merupakan sebagian kasus pencemaran yang terjadi di China. Pencemaran ini membawa dampak buruk 615 anak menjadi korban pencemaran di Shaanxi, kemudian 200 anak menderita keracunan di provinsi Yunnan. Banyak protes terjadi akibat kasus pencemaran ini. Pemerintah China didesak untuk mencari jalan keluar yang tepat dalam masalah pencemaran lingkungan ini.
Pertumbuhan ekonomi China yang mengusung ekspor led growth membuat seluruh pabrik berproduksi besar-besaran. Hampir seluruh komoditi ekspor di dunia dikuasai oleh China. Tetapi hal ini tidak dibarengi dengan tindakan menjaga lingkungan. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi membawa hasil yang positif tapi di sisi lain membawa hasil yang negatif. Pemerintah tidak bisa tidak membiarkan pencemaran ini terus terjadi, hal ini juga didukung dengan terjadinya pemanasan global, yang memaksa negara-negara mengeluarkan emisi yang besar untuk bersama-sama mengurangi polusinya.

Langkah China
Pada Maret 2008, Kongres Rakyat Nasional mengesahkan Departemen Perlindungan Lingkungan. Sebelum berdirinya departemen ini, badan perlindungan lingkungan ini disebut State Environmental Protection Administration (SEPA).
Departemen ini bertugas sesuai dengan namanya yaitu melakukan serangkaian perlindungan lingkungan. Mulai dari pengawasan, perencanaan undang-undang, serta pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Departemen ini dipimpin oleh Zhou Shengxian.
Sebenarnya langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah China dalam melakukan tindakan perlindungan sudah tepat. Tindakan ini bahkan sudah diambil sejak tahun 1970an. Pada saat itu, China sudah menetapkan prinsip-prinsip untuk mengatur dan mengalokasi pengeluaran dari perlindungan lingkungan.
Prinsip-prinsipnya adalah pertama, menekankan pada tindakan pencegahan dan secara ketat mengontrol sumber polusi baru. Kedua, menetapkan pencegahan polusi harus dimulai pada saat proses industri berlangsung. Ketiga, pelaku pecemaran harus menanggung biaya pemulihan lingkungan. Keempat, memberikan bantuan finansial kepada para perusahaan yang berupaya untuk mencegah polusi. Kelima, mengontrol polusi secara terpusat untuk mengurangi masalah-masalah lingkungan di perkotaan.
Bahkan pemerintah China telah melakukan investasi untuk penghematan energi. Pada tahun 1991-1993, China meningkatkan investasi mencapai 17 miliar Yuan untuk konstruksi modal dan konservasi energi.
Li Keqiang, Wakil Perdana Menteri, pada bulan Agustus lalu juga mengadakan rapat mengenai survei nasional tentang polusi. Dalam rapat ini, Li menghimbau untuk terus menjaga lingkungan dan menyelesaikan masalah mengenai polusi ini, yang bertujuan untuk menjaga sustainable development di China dan meningkatkan kualitas dan standar hidup rakyatnya.

Hambatan
Langkah-langkah yang diambil oleh China sudah tepat, tetapi mengapa masih banyak terjadi pencemaran lingkungan?
Menurut Wang Hanchen dan Liu Bingjiang, hal ini disebabkan oleh pertama, sistem manajemen lingkungan dibuat dalam bentuk dokumen rencana, kurangnya dukungan hukum menyebabkan hal tersebut sulit dilaksanakan. Kedua, koordinasi dari standar baru kontrol volume yang sudah ditetapkan masih kurang jelas atau tidak konkret. Ketiga, beberapa sistem manajemen yang sudah diformulasikan sebelumnya, tidak sesuai dengan keadaan China sekarang yang sudah mengalami perkembangan ekonomi. Keempat, perusahaan-perusahaan berorientasi pada keuntungan yang menyebabkan mereka berusaha untuk melepaskan tanggung jawab atas pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh proses produksi. (Energizing China, 1998)
Oleh karena itu, China harus dengan sigap menyiasati pencemaran lingkungan tersebut. Protes sudah dilancarkan hampir seluruh negara di dunia. Terutama negara-negara tetangga seperti Jepang dan Korea Selatan. Dua negara ini juga mengalami dampak dari pencemaran yang dilakukan oleh China. Beberapa sekolah di daerah selatan Jepang dan Korea Selatan harus menghentikan kegiatannya akibat kabut kimia beracun yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik di China. Kemudian badai pasir dari Gurun Gobi menyebabkan penggundulan hutan (deforestation). Bahkan pencemaran ini sampai ke daratan Amerika Utara.
Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh China dampaknya tidak hanya dirasakan oleh China sendiri tetapi juga oleh dunia. Dengan bersama-sama kita menjaga lingkungan, kita jaga planet kita, bumi kita tercinta.

Senin, 14 September 2009

Dilema Morakot

Badai Morakot tidak membawa bencana dan korban yang masif terhadap China, tetapi di balik itu, Badai ini membawa bencana rusaknya hubungan antara China dan Taiwan.
Hal ini disebabkan oleh berkunjungnya Dalai Lama, seorang pemimpin spiritual Tibet, yang dituduh oleh pemerintah China sebagai tokoh pemisah antara China dan Tibet. Dalai Lama selama 50 tahun berada di pengasingan di Dharamsala, India. Sampai sekarang belum ada kesepakatan untuk memperoleh stabilitas untuk Tibet beserta rakyatnya.
Ditandai dengan datangnya Dalai Lama ke Taiwan, memberikan China dilema. Karena pemerintah China harus berhadapan dengan dua masalah sensitif yang sampai sekarang belum dapat ditemukan solusinya. Tibet dan Taiwan juga merupakan dua wilayah yang menuntut adanya pemisahan dan kemerdekaan dari China.

Dampak Dalai Lama
Misi kedatangan Dalai Lama ke Taiwan adalah mendoakan para korban bencana dan melepaskan arwah para korban yang meninggal. Misi ini merupakan misi kemanusiaan dan tidak ada misi politik atau pun agenda politik. Berdasarkan survei yang dirilis pada tanggal 28 Agustus 2009, kunjungan Dalai Lama merupakan kunjungan kemanusiaan, tetapi sebagian menganggap kunjungan Dalai Lama merupakan sebuah manuver politik dan sebagian lainnya menganggap bahwa diperlukan perhatian yang lebih terhadap penanggulangan bencana.
Tetapi kunjungan ini tetap mengundang kemarahan China apapun alasannya, karena China selalu menentang negara yang menerima kedatangan Dalai Lama.
Dalam hal ini, China justru tidak menyalahkan Presiden Ma Ying Jeou, melainkan menyalahkan Partai Progresif Demokratik (DPP) yang mengundang Dalai Lama. China menunjukkan sikap yang bersahabat dengan Kuomintang (KMT). Tujuannya adalah China tidak menginginkan hubungan yang sudah membaik ini kembali hancur. China juga tidak mau disebut sebagai negara negara yang tidak memiliki peri-kemanusiaan. Karena tidak mengijinkan mendoakan korban bencana.
Meskipun China tidak menyalahkan Ma, China tetap memberikan reaksi keras dengan membatalkan dua kunjungan delegasi penting. Bahkan China juga memutuskan untuk tidak menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Tuna Rungu (Deaf Olympic) pada tanggal 5 September lalu di Taiwan.
Dari sudut pandang Taiwan, Presiden Ma tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui kedatangan Dalai Lama. Ma tidak ingin kehilangan legitimasi dihadapan rakyatnya. Karena sebelum kedatangan Dalai Lama, popularitas Ma Ying Jeou sudah menurun. Hal ini disebabkan oleh kurang sigapnya pemerintah Taiwan dalam menanggulangi para korban bencana. Dua pejabat pemerintah mengundurkan diri dan Presiden Ma memohon maaf sedalam-dalamnya akibat masalah ini.
KMT juga tidak mau merasa mengalah kepada DPP yang terlihat ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk menimbulkan friksi dalam hubungan China-Taiwan yang semakin lama semakin membaik. Pemerintah Taiwan juga terus memantau perjalanan dan agenda Dalai Lama agar tetap pada jalurnya dan tidak menyelipkan agenda politik dalam kunjungannya.

China –Taiwan
Hubungan antara China dan Taiwan dalam beberapa tahun terakhir ini membaik. Ditandai dengan kembalinya KMT ke puncak kekuasaan, setelah dua periode sebelumnya dikuasai oleh DPP.
Pada masa kekuasaan DPP, hubungan antar selat ini memburuk. Hal ini disebabkan oleh Chen Shui Bian menuntut adanya kemerdekaan bagi Taiwan. China tentu saja menolak adanya negara Taiwan. Karena China menganggap Taiwan sebagai bagian dari China yang belum kembali ke pangkuannya. Selama masa tersebut, tidak terdapat kontak fisik. Akan tetapi baik China maupun Taiwan masing-masing menunjukkan kekuatan militernya. Kedua belah pihak menandakan siap untuk perang bila hal itu sampai terjadi.
Dengan kembalinya KMT, China dapat bernapas lega. Karena KMT tidak menuntut adanya kemerdekaan. Tetapi mereka juga tidak menginginkan adanya reunifikasi. Taiwan di bawah kepemimpinan Ma Ying Jeou, lebih condong tetap mempertahan kan status quo tetapi tetap ingin menciptakan hubungan yang baik dengan China. Pada masa Ma ini, penerbangan langsung China-Taiwan dibuka. Neraca perdagangan juga mengalami peningkatan.
Tampaknya hubungan antara China dan Taiwan akan terus coba dipertahankan dan terus diperdalam di berbagai bidang. Masing-masing negara tampaknya belum menyentuh masalah reunifikasi yang merupakan masalah sensitif. Tetapi akankah China dan Taiwan reunifikasi? Atau kembali memburuk akibat sebuah kunjungan kemanusiaan? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Kamis, 10 September 2009

Privatisasi Pembawa Bencana?

Pada dua bulan terakhir ini terjadi dua unjuk rasa terkait dengan privatisasi Perusahaan Milik Negara (PMN) di China. Dua demonstrasi yang dilancarkan oleh para buruh, berakhir ricuh.
Pada kasus pertama, pada tanggal 27 Juli 2009, buruh Perusahaan Besi dan Baja Tonghua melakukan demonstrasi yang berujung hilangnya sebuah nyawa. Korban adalah pengusaha yang ingin membeli Perusahaan Tonghua tersebut. Privatisasi ditunda setelah meninggalnya pengusaha tersebut.
Kemudian pada kasus yang kedua, 17 Agustus 2009, kembali terjadi demonstrasi buruh. Kali ini dilancarkan oleh buruh dari perusahaan besi dan baja Linzhou. Para demonstran bahkan sampai menyandera seorang pegawai. Pemerintah menunda privatisasi perusahaan tersebut.
Dua kasus tersebut memicu 500 orang akademisi dan pensiunan pegawai pemerintah mengirimkan surat yang ditujukan kepada pemerintah pusat untuk menghentikan serangkaian proses privatisasi terhadap PMN dan menghentikan investasi asing. Aksi ini dipimpin oleh Li Chengrui, mantan Kepala Biro Statistik Nasional dan Gong Xiantian, Profesor Hukum dari Universitas Beijing.
Privatisasi yang terjadi di China di satu sisi membawa kemajuan ekonomi, tetapi di sisi lain menyebabkan banyak buruh yang dirumahkan, yang pada akhirnya memicu kekacauan yang dampaknya merugikan berbagai pihak.

Reformasi PMN
Perusahaan Milik Negara (PMN) yang menjadi tulang punggung ekonomi China selama 30 tahun. Satu demi satu berguguran setelah berakhirnya Revolusi Kebudayaan.
Ketika Deng Xiaoping mengambil alih jalannya pemerintahan dan melancarkan kebijakan “Reformasi dan Keterbukaan”. Perekonomian China meningkat dengan pesat. Tetapi permasalahan mengenai PMN belum dapat dipecahkan, karena semakin banyak yang bangkrut dan PMN tidak bisa tidak merumahkan para buruh. Ditambah dengan perubahan sistem ekonomi terencana menjadi sistem ekonomi pasar, yang menyebabkan PMN harus bersaing dengan begitu banyak perusahaan swasta.
Namun pada masa pemerintahan Jiang Zemin dan Zhu Rongji, digalakkan reformasi PMN. Kebijakan yang digunakan untuk mereformasi dikenal dengan zhua da, fang xiao (memegang yang besar, melepaskan yang kecil). PMN-PMN yang berskala besar dan memiliki potensi ekonomi yang baik akan diselamatkan dari jurang kebangkrutan. Sedangkan sisanya dibiarkan bangkrut atau diserahkan kepada pihak swasta (privatisasi).
Pada awalnya reformasi ini dirasa sangat sulit, mengingat pada tahun 1997 terjadi Krisis Finansial yang melanda Asia. Namun pada tahun 1999, PMN yang direformasi menunjukkan perkembangan yang signifikan. Keuntungan yang diperoleh oleh PMN mencapai 96,7 miliar Yuan, meningkat 84,2% dibandingkan dengan tahun 1998.
Pada tahun 2000, kerugian yang diperoleh PMN mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Dari 4.11 Miliar Yuan menjadi 2.18 Miliar Yuan. Penurunan kerugian ini memenuhi target dari Komite Sentral Partai Komunis China yang menetapkan target penurunan kerugian tiga tahun sebelumnya.
Privatisasi ini terus berlangsung hingga saat ini. Pemerintah China pada bulan Maret 2009, mengumumkan akan mendirikan perusahaan manajemen aset untuk mempercepat privatisasi. Targetnya adalah mengurangi PMN dari 141 menjadi 100 sampai 80 perusahaan pada tahun 2010. Bila hal ini terus dilakukan maka dalam satu tahun akan terjadi demonstrasi kurang lebih sebanyak 50 kali.

Solusi
Berdasarkan dua kasus di atas, muncul dilema yang dihadapi oleh pemerintah China. Melanjutkan atau menghentikan reformasi?
Menurut Li Minqi, Asisten Profesor Ekonomi pada Universitas Utah, jalan keluar yang harus ditempuh adalah melambatkan atau menghentikan reformasi. Pemerintah China sebaiknya tidak menjadikan privatisasi sebagai solusi umum untuk mereformasi PMN. Bila sistem kolektif masih cocok diterapkan untuk beberapa perusahaan, tidak ada salahnya untuk tetap diterapkan.
Pemerintah China juga bisa mempertimbangkan kembali jalan reformasi PMN yang dipaparkan oleh Sheng Huaren, mantan Menteri Ekonomi Negara dan Komisi Dagang, jalan pertama adalah menekankan penggabungan (merger) dan kebangkrutan. Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan PMN yang sudah tidak bisa ditolong lagi dan harus keluar dari pasar. Kedua, Mempercepat reformasi teknologi dan inovasi teknologi. Ketiga, Melanjutkan kebijakan ”Memegang yang besar, Melepas yang kecil” dan reorganisasi strategis untuk perusahaan. Keempat, melakukan perbaikan manajemen perusahaan.