Jumat, 10 April 2009

30 Tahun Militer Cina

Konfrontasi yang terjadi di Laut Cina Selatan antara Cina dan Amerika Serikat (AS) sempat menjadi sorotan media-media internasional. Konfrontasi ini dianggap konfrontasi “paling serius” yang terjadi di antara kedua negara. Setelah tahun 2001, terjadi konfrontasi di udara antar pesawat dari kedua negara yang memaksa pesawat pengintai AS mendarat di Pulau Hainan. (global.nytimes.com 10/03/2009)
Hal ini menandai bahwa meskipun hubungan ekonomi dan perdagangan membaik, tetapi di sisi lain justru memburuk. Salah satu alasan AS mengirim kapal USNS Impeccable adalah untuk mengetahui lebih jauh mengenai pangkalan kapal selam baru milik Cina di dekat kota Sanya. Hal ini juga terkait dengan anggaran militer Cina pada Kongres Rakyat Nasional ke-11, diumumkan meningkat 14,9 %, yaitu sekitar 481 miliar Yuan atau AS$ 70.27 miliar. (peoplesdaily.com, 04/03/2009)

14,9 %
Seiring dengan berkembangnya perekonomian Cina dalam 3 dasawarsa terakhir ini, anggaran untuk militer juga semakin membesar. Hal ini sesuai dengan prinsip yang dipropagandakan oleh Presiden Hu Jintao selama masa jabatannya, yaitu ”Pembangunan Berciri Ilmiah”. Berdasarkan prinsip ini, Cina akan menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi dan pengembangan pertahanan nasional. Di satu sisi terus melakukan usaha untuk memakmurkan bangsa dan di sisi lain berusaha memperkuat militernya.
Menurut You Ji, Professor University Of New South Wales, anggaran militer Cina pada tahun 2008 sebesar AS$ 60 Miliar, dan akan menjadi meningkat dua kali lipat setiap enam sampai tujuh tahun. Dapat diprediksikan bahwa pada tahun 2015, Cina akan memiliki anggaran militer sebesar AS$ 120 Miliar.
Pada tahun ini, Cina mengumumkan peningkatan anggaran sebesar 14,9 %, yang cukup membuat AS geram. Departemen Pertahanan AS menilai bahwa anggaran Cina dinilai tidak transparan sehingga beresiko menciptakan ketidakpastian dan salah perhitungan. Sedangkan pemerintah Cina menolak anggapan AS tersebut dan hal ini merupakan pengacauan fakta sehingga dapat merusak hubungan baik kedua negara.(Kompas, 27/03/2009)
Cina memang membutuhkan anggaran yang tidak kecil untuk memodernisasikan Tentara Pembebasan Rakyat (TPR). Mengingat bahwa instrumen-instrumen militer yang dimiliki Cina dapat dikatakan kuno dibandingkan dengan AS dan Rusia, apalagi dengan negara di kawasan Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan. Di samping itu Cina juga harus siap untuk mengamankan wilayah yang luas dan rakyat yang banyak.
Menurut White Paper : China’s National Defense 2008, anggaran pertahanan Cina selalu di tingkat yang masuk akal. Peningkatan anggaran dalam dua tahun terakhir ini semata-mata untuk : pertama, meningkatkan gaji dan keuntungan bagi para tentara. Kedua, kompensasi akibat naiknya harga-harga. Ketiga, untuk melanjutkan usaha Revolution in Military Affairs (RMA).
Jika dilihat dari ancaman yang akan dihadapi, modernisasi militer mau tidak mau dibutuhkan. Cina mempersiapkan diri untuk menghadapi ancaman dari dalam seperti gerakan separatis Xinjiang dan masalah Tibet. Dan juga menghadapi ancaman dari luar seperti Taiwan, Nuklir Korea Utara, ditambah dengan perompak di Selat Malaka dan Somalia.

Tentara Pembebasan Rakyat
TPR ini terdiri dari empat divisi, yakni Angkatan Laut, Angkatan Udara, Angkatan Darat dan Pasukan Artilleri Kedua (Second Artilleri Forces/SAF). Berdasarkan White Paper : China’s National Defense 2008, banyak perubahan yang dicapai oleh TPR selama 30 tahun ”Reformasi dan Keterbukaan”. Pada tahun 1970-1980an, TPR mengubah prinsipnya, dari ”Perang nuklir dalam skala besar” menjadi konstruksi militer pada masa damai, lalu secara bertahap mulai memodernisasikan para angkatan bersenjatannya.
Kemudian memasuki tahun 1990an, TPR mempropagandakan Revolution in Military Affairs (RMA) berkarakteristik Cina. RMA ini mengadopsikan strategi untuk memperkuat militer berdasarkan IPTEK dan mengkoordinasikan perkembangan ekonomi dan pertahanan nasional.
Lalu pada tahun 2000an, TPR memodernisasikan diri dengan prinsip ”Pembangunan Berciri Ilmiah”. Sebelumnya masih dalam tahap mengkoordinasikan, selanjutnya pada tahap ini menyeimbangkan antara ekonomi dan militer.
Professor You Ji juga mengatakan bahwa kunci dari tranformasi militer Cina adalah memodernisasi bidang Teknologi Informasi (IT) untuk mewujudkan kekuatan militer berteknologi tinggi. Kemudian perubahan misi dari setiap angkatan juga menjadi tujuan tranformasi militer Cina. Angkatan Udara mengubah misinya dari tactical force menjadi strategic force. Angkatan Laut senada dengan Angkatan Udara, dari coastal defense menjadi blue water defense, yang menekankan pada kekuatan serangan. Kemudian SAF juga menjalankan misi penyerangan dengan ditambahnya peluru kendali, baik nuklir maupun yang konvensional.
Tetapi di samping perubahan secara makro yang disampaikan di atas, ternyata ada hal yang cukup menarik jika memandang dari sudut pandang mikro,yakni dari sudut pandang pelaku atau tentara. Seperti yang dikutip oleh peoplesdaily.com, 18 Desember 2008. Liu Zhihe, 53 tahun, salah seorang tentara di Komando Area Militer Wenshan, sebelah barat daya provinsi Yunnan.
Dia mengatakan bahwa perubahan dirasakan pada pengurangan anggota TPR pada tahun 1985, 1997, dan 2003. Total pengurangan pasukan berjumlah sampai 1.7 juta tentara. Kemudian perubahan pada fasilitas-fasilitas, seragam yang terbuat dari bahan semacam wol, barak-barak yang seperti vila-vila, disediakannya transportasi berupa SUV untuk bepergian, dan makanan yang lebih bernutrisi. Tidak ketinggalan pemberian gaji yang cukup tinggi, pada zaman dahulu gaji tentara sebesar 12 Yuan atau AS$ 1.8 per bulan. Sedangkan pada masa sekarang gaji tentara sebesar 18 Yuan per hari.
Pada tingkat konseptual juga terdapat perubahan, konsep yang sekarang dipakai adalah lebih kepada konsep pengamanan. Bila pada zaman ”Perang Dingin”, semua pasukan disiagakan untuk berperang, sebaliknya pada masa kini, para tentara dituntut untuk menjaga keamanan masyarakat. Fakta menarik lainnya adalah terjadi demokrasi di tingkat tentara. Pada asrama-asrama atau barak-barak terdapat ”kotak demokrasi” yang digunakan untuk menampung aspirasi, kritik, saran kepada pejabat tentara yang lebih tinggi tingkatannya. Terdapat pilihan lain bila tidak ingin menggunakan ”kotak demokrasi”, para tentara bisa menyampaikan langsung melalui email yang bisa diakses di lingkungan tersebut.
Bila melihat perubahan yang dilakukan Cina terhadap militernya, mungkin sudah selayaknyalah Indonesia juga mulai sekarang memulai reformasi di tingkat pertahanan nasional. Mengingat wilayah Indonesia yang luas dengan rakyat yang banyak, pengamanan ekstra mutlak dibutuhkan. Mungkin Indonesia dapat belajar dari Cina.