Sabtu, 03 April 2010

Penyelesaian Masalah Pengangguran di China

Krisis finansial global yang melanda seluruh dunia, membuat seluruh negara di belahan dunia manapun panik Termasuk Cina, negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang impresif dalam masa krisis, yakni sebesar 8 persen. Kepanikan ini disebabkan oleh meningkatnya pengangguran yang disebabkan oleh krisis finansial tersebut.
Pada tahun 2009 lalu, hampir 20 juta buruh migran kehilangan pekerjaan dan enam juta mahasiswa yang baru lulus menjadi pengangguran. Kedua elemen masyarakat inilah yang menerima dampak langsung dari krisis. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pemerintah Cina.
Goyahnya stabilitas politik dan sosial menjadi ketakutan terbesar bagi pemerintah Cina. Ditambah dengan protes-protes yang menuntut lapangan pekerjaan baru, memaksa pemerintah Cina untuk menemukan solusi yang cepat dan tepat untuk masalah ini.

Langkah-langkah pemerintah
Biro Statistik Nasional Cina, pada tahun 2008 jumlah pengangguran di Cina mencapai 8.3 juta jiwa. Berdasarkan CIA World Factbook yang dikeluarkan pada tanggal 17 September 2009, tingkat pengangguran di Cina pada tahun 2004 sebesar 10.10 persen. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Tingkat pengangguran tersebut menciut menjadi empat persen pada tahun 2009.
Zhao Litao dan Huang Yanjie mengungkapkan tiga langkah yang sudah ditempuh oleh pemerintah Cina untuk mengurai pengangguran tersebut. Pertama, pemerintah daerah melaksanakan program pelatihan untuk para mahasiswa. Program ini bertujuan agar mereka mendapatkan kemampuan yang diperlukan untuk memenuhi syarat lowongan pekerjaan yang tersedia.
Kedua, Departemen Pendidikan membuka 50.000 lowongan pekerjaan untuk para lulusan pascasarjana. Ketiga, Departemen Organisasi Pusat (COD) dari Partai Komunis Cina (PKC), meningkatkan lowongan untuk lulusan perguruan tinggi. Nantinya para mahasiswa ini akan menjabat sebagai kepala desa, pemimpin sebuah komunitas dan karyawan pada komunitas akar rumput PKC.
Departemen Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial Cina, meyakini telah menciptakan 63 juta lapangan pekerjaan baik di desa maupun di kota selama kurun waktu enam tahun terakhir ini.
Langkah ini diikuti dengan menciptakan kebijakan perekrutan tenaga kerja yang didasarkan enam aspek penting, yaitu pertama, meningkatkan lapangan pekerjaan dengan mengkombinasikan antara ekonomi dan memperluas permintaan dalam negeri. Kedua, membantu dan mendukung perusahaan dalam menghadapi kesulitan dan kestabilan perekrutan tenaga kerja.
Ketiga, mengimplementasi kebijakan perekrutan yang lebih positif. Keempat, menerapkan promosi perekrutan yang memiliki tujuan yang jelas. Kelima, mengadakan pelatihan khusus. Keenam, bekerja sama dengan rekan sosial dan mengembangkan aktivitas jasa perekrutan.

Tantangan
Berdasarkan statistik dari Voice of China, jumlah buruh migran di Cina sekitar 230 juta jiwa. Sebagian besar dari mereka merupakan remaja yang berusia antar 15-49 tahun.
Inilah merupakan tantangan yang akan dihadapi Cina di masa depan, yakni buruh migran generasi kedua. Buruh migran generasi kedua ini sebagian besar telah mengecap pendidikan di bangku sekolah yang kemudian bekerja di kota. Mereka memiliki pengetahuan yang lebih baik daripada buruh migran generasi pertama yang sebagian besar adalah petani.
Mereka menuntut hak mereka dan tidak menerima diperlakukan secara tidak adil seperti layaknya orang tua mereka. Menurut Menteri Pertanian Cina, Han Changfu, mereka menginginkan diperlakukan sama dengan orang-orang kota pada umumnya. Tidak hanya itu saja, mereka juga menuntut hak-hak mereka untuk dipenuhi.
Kemudian sekitar 70 persen dari buruh migran generasi kedua memiliki telepon genggam, bahkan rata-rata dengan teknologi terbaru dan model yang anyar. Mereka berpakaian layaknya warga kota dan tidak terlihat seperti seorang buruh.
Permasalahan lainnya yang timbul adalah para buruh migran generasi kedua ini sudah terbiasa hidup di kota dan tidak memiliki keinginan untuk kembali ke desa. Meskipun kembali ke desa, mereka tidak memiliki tanah untuk digarap. Sedangkan bila meneruskan hidup di kota, mendapatkan pekerjaan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini menjadi masalah yang cukup rumit untuk diselesaikan oleh pemerintah Cina.

Google.cn

Google memutuskan untuk mundur dari Cina. Perlakuan pemerintah Cina terhadap internet menjadi satu alasan untuk mundur dari pasar Cina. Pemerintah Cina yang masih melakukan kontrol ketat atas informasi yang keluar masuk pada jaringan dunia maya. Hal ini mengingatkan kita, bahwa Cina masih dipegang sebuah pemerintahan komunis, dimana segala hal dikuasai dan berpusat pada negara.

Sensor Internet
Perkembangan internet di Cina dapat dikatakan cukup cepat, berbanding lurus dengan perkembangan ekonominya. Pada tahun 1986, Cina membuat proyek kerja sama antara Institut Komputer Terapan Beijing dengan Universitas Karlsruhe, Jerman. Proyek ini disebut dengan The Chinese Academic Network (CANet). Tahun berikutnya, pengiriman surat elektronik pertama kali dilakukan melalui CANet.
Pada tahun 1990, Cina membuat Fasilitas dan Komputer Nasional Cina (NCFC). Badan ini merupakan cikal bakal berdirinya Jaringan Sains dan Teknologi Cina (CSTNet). Pada bulan Oktober 1990, Cina mendaftarkan domain negaranya, yakni (.cn). Pada tahun 1993, Cina mulai membangun The Golden Bridge Network Project. Proyek ini merupakan proyek nasional pertama untuk jaringan informasi dan ekonomi untuk publik. Baru pada bulan September 1996, proyek ini pertama kali beroperasi secara komersil. Bulan Juni 1997, Pusat Informasi Jaringan Internet Cina (CNNIC) berdiri. Lima bulan berselang, survei pertama dari CNNIC dipublikasikan.
Perkembangan pengguna internet di Cina juga meningkat secara pesat. Berdasarkan survei CNNIC, pada tahun 1997, hanya 620.000 ribu orang saja yang menggunakan internet. Pada tahun 2009, meningkat mencapai 384 juta pengguna internet di Cina. Hal ini membuat Cina sebagai pengguna internet terbanyak di seluruh planet ini. Bahkan perkembangan situs internet di Cina sekarang mencapai 3.23 juta situs Jejaring Jagat Jembar (www).
Meskipun perkembangan internet yang begitu cepat, pemerintah Cina tidak melupakan kontrol negara atas keluar masuknya informasi. Menurut Thomas Klum, pertama, Cina menggunakan sistem regulasi yang kompleks, pengawasan, dan aksi penghukuman untuk mendorong sensor pribadi (self-censhorship). Kedua, pemerintah menggunakan teknologi dan pengawasan oleh manusia untuk memfilter informasi yang tidak diinginkan.
Cina bahkan memberikan penghargaan untuk warga negaranya yang melaporkan ada tindakan kriminal melalui internet. Tercatat sebanyak 50 orang diberikan penghargaan sebesar 500-2000 Yuan ($62-$247) karena telah melaporkan pornografi dan sebanyak 18 orang mendapat 3.000-10.000 Yuan ($370-$1,235) karena melaporkan perjudian ilegal di internet.
Untuk pengawasan melalui teknologi, Cina menggunakan hukuman dan ancaman untuk perusahaan yang berlokasi di Cina. Sedangkan untuk perusahaan yang berada di luar negeri, Cina menggunakan sistem yang disebut dengan The Great Firewall. Hal ini memudahkan Cina untuk mengontrol informasi yang tidak diinginkan oleh pemerintah masuk ke jaringan internet di Cina. Berdasarkan Xinhua, informasi disensor adalah informasi yang berkaitan dengan takhayul, pornografi, kekerasan, perjudian dan informasi berbahaya lainnya.
Cina juga mengawasi kafe internet yang sudah menjamur bersamaan masuknya internet ke Cina. Biro Manajemen Film dan Penyiaran Budaya Shanghai memasang perangkat lunak pada 110.000 komputer di 1.329 kafe internet untuk pengawasan jangka panjang. Bahkan pada tahun 2004, Cina menutup 16.000 kafe internet ilegal.
Rencana terakhir oleh pemerintah Cina adalah dengan memasang perangkat lunak Green Dam pada setiap komputer baru yang akan dilepas ke pasar.
Tidak hanya memfilter informasi saja, tetapi pemerintah Cina bahkan menutup akses masuk ke beberapa situs asing seperti BBC, Voice of America, Radio Free Asia, Wikipedia, the New York Times, the Washington Post, the South China Morning Post (Hong Kong), and CNN. Serta ditambah dengan situs jaringan sosial seperti Facebook, Twitter, Google, Flickr, Youtube dan Hotmail yang tidak dapat diakses.
Berdasarkan OpenNet Initiative, Cina merupakan negara paling canggih dalam hal memfilter informasi di Internet. Myanmar, Vietnam, Arab Saudi, Uzbekistan, Kamboja, dan beberapa negara lain mulai menunjukkan ketertarikan untuk mempelajari informasi dan strategi yang digunakan oleh Cina dalam memfilter informasi.
Cina juga memiliki polisi cyber yang bertujuan mengantisipasi tindak kriminal di internet. Tugas dari polisi cyber adalah pertama, menyelidiki, menginspeksi dan membimbing untuk melindungi keselamatan informasi. Kedua, mengejar segala kasus yang berbahaya bagi negara. Ketiga, bertanggung jawab dalam menyebarluaskan pengetahuan mengenai hukum keselamatan internet, membantu melawan virus yang menyebar di internet, dan mengawasi aktivitas jual beli di internet.

Google vs Cina
Google masuk ke Cina pada tahun 2000, kemudian mulai mengembangkan situs Google.com yang berbahasa Cina. Pada tahun 2006, Google mulai masuk ke pasar Cina dengan mempromosikan situs Google.cn untuk pengguna internet di Cina. Ketika itu Google menyetujui untuk mensensor informasi yang tidak diinginkan oleh pemerintah Cina.
Masalah mulai timbul sejak tahun 2002, ketika warga Cina yang ingin mengakses Google.com dialihkan ke situs lain. Pada tahun 2008, pemerintah Cina meminta Google untuk mensensor informasi tidak hanya pada Google.cn, tetapi juga pada Google.com. Puncaknya adalah ketika terjadi penyadapan terhadap aktivis HAM Cina, yang memiliki surat elektronik di Gmail.
Tampaknya Google sudah gerah dengan peraturan yang diterapkan oleh pemerintah Cina. Google lebih baik mundur daripada “tunduk” kepada Cina.