Minggu, 09 Oktober 2011

Properti Gender

“In order to build a great socialist society it is of the utmost importance to arouse the broad masses of women to join in productive activity. Men and women must receive equal pay for equal work in production. Genuine equality between the sexes can only be realized in the process of the socialist transformation of society as a whole.” (Introductory note to "Women Have Gone to the Labour Front" (1955), The Socialist Upsurge in China's Countryside, Chinese ed., Vol. I.)

Melihat kutipan dari Mao Zedong di atas bagaimana kesetaraan gender menjadi salah satu bagian dari pemikirannya. Bahwa masyarakat sosialis yang sempurna akan membentuk kesetaraan gender.

Namun yang terjadi di Cina sekarang ini malah sebaliknya, pada bulan Agustus 2011 lalu, kaum perempuan Cina digemparkan oleh amandemen undang-undang pernikahan di Cina. Perubahan ini menyebabkan ketidakadilan bagi kaum perempuan di Cina. Banyak kritikan dan protes yang muncul ke permukaan terutama melalui jejaring sosial di Cina. Sina Weibo, blog mikro milik Sina.Corp yang menyerupai jejaring sosial “Twitter” menjadi corong kritik para kaum perempuan.

Amandemen ini berkaitan dengan kepemilikan tempat tinggal (rumah/apartemen) pribadi bila nanti terjadi perceraian pada pernikahan sepasang suami istri. Pada awalnya, dalam undang-undang tersebut hak kepemilikan diatur secara bersama-sama, namun Mahkamah Agung Rakyat Cina mengubah peraturan tersebut, hak kepemilikan tempat tinggal harus atas nama sang kepala keluarga atau suami.

Hal ini menimbulkan polemik baru bagi sebuah institusi keluarga di Cina, karena bila bercerai sang istri tidak dapat menuntut kepemilikan atas rumah yang telah mereka tinggali bersama. Meskipun sang istri juga ikut bekerja dan ikut membayar kredit kepemilikan rumah tersebut. Karena semuanya atas nama suami dan tidak bisa diganti dengan nama sang istri.

Melihat tingkat presentase perceraian di Cina, berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Urusan Sipil Cina, justru cenderung meningkat akhir-akhir ini. Pada paruh pertama tahun 2011, tercatat 946.000 pasangan yang mengajukan perceraian. Sedangkan pada tahun 2010 lalu, terdapat 1.96 juta laporan kasus perceraian yang diterima, bila dipresentasekan meningkat 14,5 % setiap tahunnya. Dengan munculnya perubahan peraturan ini, maka akan terdapat banyak istri-istri yang terlantar dan tidak memiliki rumah untuk kembali.

Perubahan
Undang-undang yang mengatur pernikahan di Cina sudah mengalami perubahan beberapa kali. Sejak Republik Rakyat Cina berdiri peraturan inilah yang membawa perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki. Pada masa Cina tradisional, aroma feudalisme sangatlah kental. Kaum perempuan tidak bisa memilih pasangan hidupnya sesuai dengan keinginannya. Karena pada zaman tersebut, perempuan hanya menunggu dijodohkan orang tua dengan calon suaminya yang sama sekali belum dikenalnya. Kemudian sang suami juga boleh memiliki istri lebih dari satu atau dengan kata lain poligami.

Kemudian ketika gelombang sosialisme masuk, diakhiri dengan didirikannya Republik Rakyat Cina, segala macam bentuk perjodohan dihapus oleh Mao Zedong. Kaum perempuan juga dapat memilih pasangan hidupnya sendiri, sama seperti kaum laki-laki. Lalu kaum laki-laki tidak boleh memiliki istri lebih dari satu. Semua yang berkaitan dengan keluarga dimiliki secara bersama-sama bukan secara individu.

Ketika memasuki era Reformasi dan Keterbukaan yang dipimpin oleh Deng Xiaoping, hukum pernikahan ini mengarah kepada hak kepemilikan pribadi terhadap tempat tinggal. Ketika memasuki era Hu-Wen ini perubahan undang-undang terlihat “memihak” kaum laki-laki.

Meskipun pertumbuhan harga property di Cina yang melambung tinggi, namun Cina juga memiliki presentase yang tinggi dalam kepemilikan rumah, yakni sekitar 80 % pada tahun 2010. Mayoritas penduduk Cina, mendaftarkan kepemilikan rumah atas nama sang kepala rumah tangga. Kepala Rumah Tangga tersebut merupakan sang suami. All China Women’s Federation berpendapat bahwa sebagian besar kepala rumah tangga lah yang mengontrol properti tersebut dan menentukan segala hal yang berhubungan dengan tempat tinggal tersebut.

Para pasangan yang akan menikah tidak menginginkan sebuah “pernikahan telanjang”, yakni tidak memiliki rumah/tempat tinggal untuk mereka. Hal tersebut merupakan sebuah aib bagi sebuah keluarga. Untuk menghindari hal tersebut, maka para orang tua, terutama orang tua laki-laki banyak yang membelikan rumah untuk anaknya. Hal ini bertujuan untuk menarik calon istri bagi anaknya tersebut.

Menurut Leta Hong Fincher, kandidat Ph.D bidang Sosiologi di Universitas Tsinghua, Cina, berpendapat bahwa permasalahan tempat tinggal ini tidak hanya terbatas pada kaum perempuan di daerah perkotaan tetapi juga kaum perempuan di daerah pedesaan. Karena kaum perempuan di pedesaan kehilangan tempat tinggal dan lahan pertaniannya.

Hipotesis yang diberikan oleh Leta Hong Fincher bahwa bias gender berdasarkan kekayaan yang timbul di Cina lebih disebabkan tingginya kenaikan harga dari rumah/apartemen. Respon dari kaum perempuan Cina mungkin tidak akan melakukan protes langsung kepada pemerintah, melainkan mereka akan pelan-pelan mundur dan memilih tidak menikah seperti kaum perempuan di negara Asia lainnya, yakni Singapura dan Jepang. Kaum perempuan yang berusia muda akan memilih untuk punya rumah sendiri daripada harus menikahi seorang pria untuk menyediakan sebuah tempat tinggal untuk mereka.

Perkembangan ekonomi pasar sosialis Cina yang semakin membawa Cina ke dalam kapitalisme yang menjadi salah satu pemicu perubahan di segala bidang. Apakah kaum perempuan di Cina akan bergerak atau statis? Mari kita simak bersama.

Minggu, 10 Juli 2011

Mao yang Lain

Pemerintah Cina kembali digemparkan oleh tulisan dari seorang ekonom yang mengkritik Mao Zedong. Ekonom tersebut memiliki bunyi marga yang sama, yakni Mao seperti orang yang dikritiknya. Namun mereka tidak memiliki hubungan saudara, namanya adalah Mao Yushi.

Tulisannya berjudul “Hidupkan Kembali Mao Zedong Sebagai Manusia” yang dimuat di laman Caixin Online, mendapat perhatian penuh dari pengguna internet di Cina. Sejak dimuatnya tulisan tersebut, pengguna internet menerbitkan kembali di situs-situs yang lain. Dalam sekejap, seluruh Cina membaca tulisannya.

Akan tetapi, pemerintah Cina pastinya tidak akan menyetujui tulisan dari Tuan Mao ini. Pemerintah juga langsung bergerak dan menghapus tulisan tersebut dari situs Caixin Online. Hal ini pastinya mengancam stabilitas negara yang dipimpin oleh Hu Jintao tersebut.

Dalam tulisan tersebut Tuan Mao mengkritik dan menyalahkan Ketua Mao yang telah mengorbankan 50 juta rakyat Cina akibat kebijakannya. Mulai dari kebijakan “Lompatan Jauh Ke Depan”, yang memiliki misi mengejar ketertinggalan dari bangsa barat. Hingga “Revolusi Kebudayaan” yang puncak kebijakan Ketua Mao yang salah. Dia menganggap sudah saatnya masyarakat Cina untuk berhenti memujanya. Bahkan fotonya hingga sekarang masih terpampang di Tian’anmen. Masyarakat Cina mulailah menganggap Ketua Mao sebagai manusia biasa.

Kemudian kritik juga datang dari penganut Maoisme atau kelompok kiri yang masih memegang teguh “Pemikiran Mao Zedong”. Penganut jalan Ketua Mao masih ada, seperti yang diperagakan oleh Ketua Partai Komunis Cina (PKC) di Chongqing, yaitu Bo Xilai, yang merupakan anak dari Bo Yibo (Salah satu kawan terdekat dari Mao Zedong). Disana masih terus didengung-dengungkan lagu-lagu pada era Mao Zedong dulu. Para pegawai pemerintahan setiap tahunnya turun ke desa-desa untuk hidup bersama dalam beberapa hari.

Siapa Mao Yushi?
Seperti dikisahkan oleh Li Xiang yang dimuat pada Observer, Tuan Mao hidup dalam zaman kepemimpinan Mao Zedong pada zaman dahulu. Ketika pasukan dari PKC tiba di kota Shanghai pada tanggal 27 Mei 1949, dia berumur 20 tahun merupakan mahasiswa junior pada Universitas Jiaotong Shanghai. Seorang yang juga menggebu-gebu dalam memperjuangkan kemerdekaan Cina.

Dia juga ikut meneriakkan slogan-slogan komunis serta seruan seperti “Panjang Umur Tentara Pembebasan Rakyat”, tidak lupa dia teriakkan di jalan-jalan. Tuan Mao pada saat itu merupakan seorang pemuda yang simpel, baik, cuek dan memiliki impian untuk hidup dalam dunia yang ideal laiknya seorang mahasiswa pada umumnya pada masa-masa itu.

Ketika pemerintah Cina membutuhkan para pemuda untuk membangun kawasan perbatasan. Tuan Mao memilih pergi menuju Timur Laut Cina setelah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1950. Dia tinggal disana selama kurang lebih lima tahun, menimba pengalaman dari berbagai macam pekerjaan yang digelutinya. Montir, Masinis dan Insinyur pada Biro Kereta Api di Qiqihaer.

Setelah menikahi Zhao Yanling, Tuan Mao kembali ke Beijing pada tahun 1955. Pada masa itu, timbul “Gerakan Anti Kanan” yang melibatkan Tuan Mao di dalamnya. Dia juga tidak dapat mengelak, karena dirinya juga ingin mengikuti paham dari “ Kelompok Kanan”, yakni Sosialisme Tahap Awal. Ketika Revolusi Kebudayaan, pemerintah menyita semua barang-barang milik Tuan Mao. Keluarganya mengalami masa-masa yang sangat sulit dengan barang-barang sisa yang mereka miliki.

Setelah berakhirnya Revolusi Kebudayaan, kemudian dilanjutkan dengan Reformasi dan Keterbukaan. Tuan Mao membanting setir, dari seorang Insinyur menjadi seorang ekonom. Pada tahun 1984, dia menerbitkan sebuah buku yang menjadi bestseller, yaitu Prinsip Optimisasi Alokasi – Ekonomi dan Fondasi Matematik.

Dengan bantuan dari Li Shenzhi, Deputi Direktur Chinese Academy of Social Sciences (CASS), Tuan Mao dipindahkan dari Pusat Riset Kementerian Kereta Api menuju Institut Studi Amerika CASS. Tuan Mao menjadi salah satu ekonom yang terkenal dengan pandangan reformasi ekonomi dari sudut pandang di luar pemerintah dan kontribusinya terhadap mempopulerkan ekonomi Barat di Cina.

Setelah meninggalkan Institut Studi Amerika CASS, pada tahun 1993, Tuan Mao mendirikan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yakni Unirule Institute of Economics. LSMnya juga mengadakan program pengabdian masyarakat dengan mengadakan uji coba bersama Tangmin dari Asian Development Bank, yaitu mengadakan pinjaman mikro di propinsi Shanxi. Program tersebut mengubah kehidupan rakyat miskin di propinsi tersebut. Kemudian Tuan Mao juga mendanai Pelatihan Kejuruan bagi anak-anak petani di Sekolah Fuping.

Tuan Mao juga terlibat dalam pembuatan petisi atau Charter 08, yang menuntut Hak Asasi Manusia (HAM), pembebasan Liu Xiaobo (Pemenang Nobel Perdamaian) dan PKC untuk segera mengakhiri kekuasaannya. Piagam ini ditandatangani oleh berbagai macam elemen masyarakat, seperti Aktivis, Pengacara, Intelektual dan lain-lain. Akibatnya, keluarganya sering menerima ancaman dan telepon miliknya juga disadap oleh pemerintah.

Tuan Mao sekarang tidak muda lagi, meskipun sudah memasuki umur 80, dirinya terus memperjuangkan apa yang diyakininya.

Sabtu, 25 Juni 2011

Perlindungan Terhadap Konsumen

Apa yang terjadi bila makanan yang kita makan selama ini beracun dan berbahaya bagi tubuh kita? Pastinya kita akan menghindari makanan yang mengandung racun seperti itu. Hal ini lah yang terjadi di Cina sekarang ini, makanan yang dikonsumsi sebagian mengandung racun yang berbahaya bagi tubuh.

Kasus terkini yang timbul masalah makanan di Cina ialah Bakpao atau roti-roti isi yang dijual dipinggir jalan tersebut basi atau dibuat seolah-olah makanan tersebut baru dibuat. Padahal makanan tersebut sudah dibuat dari sejak lama atau dengan kata lain didaur ulang.

Terkait masalah keamanan pangan, Cina sudah terkena masalah ini sejak 3 tahun lalu, ketika permasalahan susu yang tercemar melamin. Perusahaan Sanlu yang memproduksi susu tersebut, langsung bangkrut ketika masyarakat Cina menuntut ditutupnya perusahaan itu. Insiden itu menyebabkan banyak anak balita yang terkena gagal ginjal bahkan ada yang sampai kehilangan nyawa.

Hal ini pula yang menyebabkan 70 persen dari penduduk Cina kehilangan kepercayaan terhadap keamanan pangan. Survei yang dilakukan oleh Majalah Insight China dan Laboratorium Survei Media Tsinghua baru-baru ini.

Penyebab Insiden
Insiden yang telah terjadi ini bukannya tanpa alasan, karena setiap kejadian ada penyebab dan akibat yang ditimbulkan. Cina memiliki pasar yang besar, apalagi dengan penduduk sebanyak 1,3 miliar manusia hidup di negara tersebut. Hal ini menjadi potensi yang besar di bidang ekonomi, terutama di bidang makanan dan minuman.
Atkearney (2007), sebuah konsultan manajemen global, beranggapan bahwa pasar ritel Cina untuk barang-barang yang menjadi konsumsi masyarakat sebesar AS$ 628 juta, meningkat sebesar 9,2 persen selama tujuh tahun terakhir ini.

Kemudian seiring dengan perkembangan ekonomi Cina, maka kelompok menengah di Cina juga ikut meningkat. Dalam 10 tahun dari tahun 2007 hingga 2017, pertumbuhan kelompok menengah di Cina diperkirakan meningkat dari 200 juta jiwa hingga mencapai 518 juta jiwa. Di sisi lain, pengeluaran untuk konsumsi makanan bagi kelompok ini meningkat dari AS$ 770 menuju angka AS$ 1.270. Sedangkan untuk penjualan makanan terhadap kelompok menengah ini meningkat dari AS$ 150 juta hingga mencapai AS$ 650 juta.

Jika melihat angka-angka di atas, godaan untuk membuka usaha di bidang tersebut sungguh besar. Pendapatan yang dihasilkan juga pasti akan untung besar. Sayangnya, hal ini tidak diikuti dengan kontrol kualitas yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di bidang makanan tersebut.

Menurut Qin Zhang, CFA dan Lucy Carmody yang berafiliasi dengan Responsible Research (Juni, 2009), melakukan kajian terhadap keamanan pangan di Cina. Mereka mengungkapkan kunci penyebab insiden-insiden tersebut terjadi. Pertama, Mental dari para pengusaha untuk menjadi kaya secepat-cepatnya. Oleh karena itu, beberapa petani, pengusaha makanan dan pemerintah tidak memprioritaskan etika professional dan kurangnya tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Mereka hanya memikirkan keuntungan semata, bahkan hukuman mati pun bukanlah penangkal yang ampuh bagi mereka untuk memproduksi makanan sesuai prosedur.

Kedua, lemahnya koordinasi antar instansi-instansi pemerintah. Dalam masalah ini banyak instansi yang terlibat, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Badan Administrasi Umum untuk Supervisi Kualitas, Inspeksi dan Karantina (AQSIQ), Badan Administrasi Negara untuk Industri dan Perdagangan (SAIC), Badan Administrasi Makanan dan Obat Negara (SFDA). Masing-masing badan ini memiliki tugas pokok masing-masing yang tidak tumpang tindih akan tetapi lemah dalam berkoordinasi.

Ketiga, kurangnya standar dan sertifikat untuk makanan yang dikonsumsi oleh warga negara Cina. Keempat, kurangnya sistem inspeksi terhadap makanan yang beredar di Cina. Kelima, belum menerapkan sistem hukum yang berlaku. Keenam, konsentrasi industri makanan berada di tingkat kecil, yang mempekerjakan kurang dari 10 orang. Ketujuh, tercemarnya tanah dan air yang disebabkan oleh polusi di Cina.

Langkah Pemerintah
Pemerintah Cina tidak henti-hentinya untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Cina untuk memberikan perlindungan terhadap makanan yang akan mereka konsumsi. Seperti yang diungkapkan Wu Jinsheng, Direktur Teknologi AQSIQ, kepada China Daily bahwa dengan meningkatnya pemasukan pada Rencana Lima Tahun ke-12. Maka kota-kota di Cina yang akan menyelenggarakan tes terhadap makanan akan meningkat berlipat ganda.
AQSIQ berniat untuk menambah personilnya dari 93.000 orang menjadi lebih dari 100.000 orang pada tahun 2015. Pada akhir tahun 2010 lalu, AQSIQ telah mendirikan 180 bauh pusat inspeksi di seluruh wilayah Cina dan 148 buah yang masih dalam tahap pembangunan. Kemudian 209 Laboratorium inspeksi yang berskala nasional, dengan peralatan senilai 14 triliun Yuan dan 100 buah yang masih dalam proses pendirian.
Pemerintah Cina juga akan menyelenggarakan Konferensi Keamanan dan Kualitas Pangan Internasional pada 2-3 November 2011 nanti di Beijing.

Sikap Indonesia
Dalam hal ini sikap Indonesia tidak boleh lengah, mengingat China-ASEAN Free Trade Area yang sudah dicanangkan sejak tahun 2010 lalu. Dengan demikian, komoditas ekspor dari Cina juga akan bebas masuk ke negara ASEAN termasuk makanan.
Komoditas makanan yang paling mudah masuk dari Cina adalah buah-buahan. Karena terkenal murah dan memiliki tampilan yang menarik dibandingkan buah lokal milik Indonesia sendiri.

Oleh karena itu, sikap waspada sepantasnya ditingkatkan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Pemerintah Indonesia melalui BPOM juga harus giat dalam memeriksa makanan-makanan yang datang dari Cina. Hal ini bukan bertujuan untuk menolak segala barang dari Cina, melainkan untuk mencegah dampak buruk yang mungkin akan ditimbulkan oleh makanan tersebut. Seperti kata pepatah, “Mencegah lebih baik daripada mengobati”.

Sabtu, 07 Mei 2011

Mikroblog di Cina

Fenomena mikroblog ternyata menimpa seluruh dunia, termasuk Cina. Negara dengan pasar internet terbesar di dunia tidak ketinggalan masuk dalam tren ini.

Akan tetapi, jejaring sosial seperti ini selalu mendapat filter yang begitu ketat dari Great Firewall, sebuah filter milik pemerintah yang berguna untuk menyaring informasi yang berbahaya bagi negara. Setelah Google, Facebook dan situs jejaring lainnya terkena sensor dari pemerintah. Begitu juga dengan Twitter yang merupakan situs mikroblog yang sangat digemari oleh penduduk dunia saat ini tidak luput dari sasaran penutupan dari pemerintah.

Namun hasrat warga Cina untuk menulis blog mikro tidak berhenti sampai situ saja. Karena dengan cepat situs lokal di Cina, yakni Sina.Corp, dengan cepat mengambil kesempatan dalam memenuhi hasrat menulis blog mikro warga Cina dengan membuat situs blog mikro lokal yang bernama weibo. Weibo sendiri merupakan transliterasi dari blog mikro itu sendiri.

Sina Weibo
Situs Twitter di Cina sudah ditutup sejak tahun 2009, namun pada tahun yang sama pada bulan Agustus, weibo meramaikan persaingan situs internet di Cina. Hal ini membawa keuntungan bagi Sina.Corp, karena sejak dipromosikan, pengguna situs ini sudah mencapai 100 juta orang. Dengan jutaan posting per hari, weibo terus menambah penggunanya hingga 10 juta pengguna baru per bulan.

Berdasarkan survei yang dikeluarkan oleh Koran China Youth News, Koran Liga Pemuda Komunis milik Partai Komunis Cina (PKC), bahwa 45 persen pengguna weibo berusia di bawah 40 tahun. Kemudian 95 persen pengguna weibo mengatakan bahwa situs blog mikro tersebut mengubah hidup mereka.

Kelebihan weibo dari Twitter menurut James Webb yang dimuat oleh www.asiaditigalmap.com, pertama, penulisan komentar atau balasan pada weibo tidak seperti balasan yang terdapat di Twitter, melainkan seperti layaknya komentar pada blog. Kedua, weibo menekankan pada akun yang sudah diverifikasi. Dengan tanda centang, maka akun tersebut sudah diverifikasi pemiliknya. Mulai dari artis, olahragawan hingga merk-merk terkenal.

Ketiga, dengan dukungan jaringan yang dimiliki oleh Sina.Corp maka pengguna weibo dapat terhubung kemana saja di dunia internet. Keempat, dapat memasukkan URL dari foto atau video. Hal ini memudahkan bagi pengguna yang menggunakan weibo sebagai alat bisnis untuk memasarkan produk-produknya.

Kelima, sensor pribadi yang lebih ketat bagi para penggunanya. Weibo secara otomatis menghapus tulisan yang memiliki nilai sensitif yang tinggi bagi pemerintah Cina. Hal ini juga yang mendukung weibo diperbolehkan untuk terus beroperasi hingga saat ini.

Keenam, fitur-fitur di weibo lebih variatif daripada yang dimiliki oleh Twitter. Terdapat peringkat posting per individu, topik dan popularitas dari pengguna itu sendiri. Ketujuh, weibo secara otomatis akan memendekan URL yang terlalu panjang. Itulah jasa yang diberikan oleh weibo untuk memuaskan para penggunanya.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Incitez tahun 2010, sebuah perusahaan pemasaran digital yang menyediakan jasa konsultasi dalam strategi dan pemasaran di dunia digital, mengatakan bahwa pengguna blog mikro di Cina terbagi ke dalam empat bagian yaitu pengguna ekspresif sebesar 46,40 persen, pengguna diam sebesar 21 persen, pengguna diskusi sebesar 16,40 persen dan pengguna sosial sebesar 16,20 persen.

Pengguna ekspresif disini adalah pengguna yang selalu mengekspresikan perasaan dan opininya ketika membuat blog. Kemudian pengguna diam adalah pengguna yang hanya membaca blog yang dibuat oleh orang lain. Pengguna diskusi ialah pengguna yang lebih senang untuk berdiskusi sesuatu yang sedang tren antar sesama pengguna. Terakhir, pengguna sosial adalah senang sosialisasi dengan pengguna lainnya, bahkan sampai meminta saran dari orang lain.

Adapun situs favorit bagi pengguna di Cina terdiri dari 69,70 persen memilih Sina, 65 persen memfavoritkan NetEase, 60,60 persen memakai Tencent, 57,10 persen menggunakan Sohu, 48,50 persen membuka ifeng, dan 41,20 persen mengakses 139 (china mobile).

Peran Mikroblog
Peran dari mikroblog ini sungguh luas di kalangan masyarakat Cina. Tidak hanya untuk bersosialisasi, tetapi juga untuk merencanakan sesuatu. Namun pemerintah Cina pastinya sensitif dan memiliki sensor khusus terhadap situs-situs seperti ini.

Seperti contoh keributan di Iran setelah pemilihan presiden, yang menggunakan situs mikroblog sebagai jalur informasi para demonstran. Kemudian hal ini kembali terulang ketika Mesir, Tunisia dan negara Timur Tengah lainnya yang digoyangkan pemerintahannya oleh para demonstran. Mereka juga berkomunikasi melalui media sosial di internet.

Oleh karena itu, pemerintah Cina memperketat arus informasi terutama di situs-situs media sosial mikroblog tersebut. Kerusuhan Xinjiang yang menewaskan banyak warga, merupakan awal penutupan situs-situs mikroblog. Tetapi tidak untuk situs-situs mikroblog domestik yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan lokal di Cina. Peristiwa aktivis pro demokrasi di Cina, Liu Xiaobo, yang mendapatkan penghargaan nobel kemarin, ramai dibicarakan oleh para pengguna mikroblog.

Aksi penggulingan kekuasaan di Timur Tengah ternyata berpengaruh terhadap para aktivis di Cina. Mereka juga meniru Revolusi Yasmin yang diperagakan oleh para demonstran di Tunisia. Namun dengan cepat, pemerintah Cina langsung mensensor kata-kata yang berhubungan dengan peristiwa tersebut. Kemudian aktivis-aktivis yang diduga terlibat ditangkap oleh aparat keamanan. Kemudian Ai Weiwei, seorang aktivis dan juga seniman yang ikut merancang stadion olimpiade “sarang burung” ikut ditangkap terkait revolusi tersebut.

Rebecca MacKinnon, seorang analis internet yang dikutip oleh The Economist, berpendapat bahwa bila sebuah grup yang ingin mengadakan sebuah tindakan yang terlalu subversif terhadap pemerintah, tidak akan menggunakan jasa mikroblog. Hal ini disebabkan pemerintah dapat dengan mudah melacak mereka. Jika Weibo mulai mengancam negara, maka dapat dengan mudah ditutup oleh pemerintah.

Akan tetapi, kita tidak akan tahu sampai sejauh mana para pengguna mikroblog menggunakan jasa situs tersebut. Tetapi yang dapat kita ketahui bersama adalah situs mikroblog akan semakin besar dan penggunanya juga akan semakin bertambah.

Senin, 07 Februari 2011

Pengangguran Urban di Cina

Pada 3 Februari merupakan tahun baru Cina atau kita mengenalnya dengan Imlek. Para buruh migran di kota-kota besar di Cina kembali kampung halamannya masing-masing. Mereka mudik untuk merayakan bersama-sama keluarga tercinta. Untuk sementara waktu mesin-mesin pabrik beristirahat sejenak selama liburan tahun baru.
Sementara itu, pemerintah Cina terus memutar otak untuk terus menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi penduduk kota, baik itu di sektor formal maupun informal. Meskipun pada akhir tahun 2010 pengangguran urban sebesar 4,1 persen, Cina tidak dapat bersenang hati dulu karena seiring pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi permintaan akan lapangan pekerjaan juga semakin tinggi.

Sektor Formal
Merupakan hal yang sangat baik bila memiliki seorang putra pertama dan memiliki pendidikan yang tinggi. Hingga saat ini, para keluarga di Cina masih memegang teguh hal tersebut. Sedapat mungkin anak-anak mereka dapat bersekolah setinggi-tingginya dan diikuti dengan mendapatkan pekerjaan yang baik.
Akan tetapi pada kenyataannya, lulusan universitas di Cina juga mengalami kendala sulit mendapatkan pekerjaan. Saat ini, sebanyak 6,3 juta lulusan universitas di Cina tidak memiliki pekerjaan. Sedangkan pekerjaan untuk mereka terbatas yang menyebabkan mengalami penumpukan pengangguran terdidik di Cina semakin lama semakin meningkat.
Menurut Cindy Fan, Professor Geografi UCLA, menyatakan ada tiga alasan pengangguran terdidik di Cina cukup tinggi. Pertama, para lulusan perguruan tinggi yang berasal dari desa cenderung menetap dan bekerja di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai, bukan kembali membangun daerah yang mereka tinggalkan dulu.
Kedua, para lulusan perguruan tinggi domestik mendapat saingan baru dari lulusan yang mendapat gelar pendidikan dari luar negeri, yang disebut dengan haigui (Kura-kura Laut). Ketiga, kurangnya lapangan pekerjaan yang bergerak di bidang jasa, professional dan membutuhkan keterampilan tinggi.
Sedangkan Yasheng Huang, Professor Ekonomi Politik M.I.T, mengatakan bahwa Cina tidak memiliki tenaga kerja yang cocok dengan kebutuhan para perusahaan. Sementara itu, sistem pendidikan di Cina juga menyebabkan insan-insan pekerja tidak memiliki kemampuan inovatif.
Lain halnya dengan Jepang yang memiliki lulusan perguruan tinggi yang baik, namun tidak dihargai oleh golongan tua. Perusahaan-perusahaan lebih melindungi golongan tua yang sudah bekerja lebih dulu. Pemuda-pemuda Jepang menghadapi hambatan generasi (New York Times, 28/01/11).

Sektor Informal
Zhou Tianyong, Professor Sekolah Partai Pusat pada Komite Pusat PKC, berpendapat bahwa pengangguran merupakan masalah sosial ekonomi yang bersifat jangka panjang bagi Cina. Tercatat pada tahun 2009, sekitar 30 juta buruh migran dan lebih dari 9 juta lulusan perguruan tinggi tidak memiliki pekerjaan.
Hal ini merupakan tantangan yang akan dihadapi Cina di masa depan, yakni buruh migran generasi kedua. Buruh migran generasi kedua ini sebagian besar telah mengecap pendidikan di bangku sekolah yang kemudian bekerja di kota. Mereka memiliki pengetahuan yang lebih baik daripada buruh migran generasi pertama yang sebagian besar adalah petani. Mereka menuntut hak dan tidak menerima diperlakukan secara tidak adil seperti layaknya orang tua mereka.
Menurut Menteri Pertanian Cina, Han Changfu, mereka menginginkan diperlakukan sama dengan orang-orang kota pada umumnya. Tidak hanya itu saja, mereka juga menuntut hak-hak mereka untuk dipenuhi. Kemudian sekitar 70 persen dari buruh migran generasi kedua memiliki telepon genggam, bahkan rata-rata dengan teknologi terbaru dan model yang anyar. Mereka berpakaian layaknya warga kota dan tidak terlihat seperti seorang buruh.
Permasalahan lainnya yang timbul adalah para buruh migran generasi kedua ini sudah terbiasa hidup di kota dan tidak memiliki keinginan untuk kembali ke desa. Meskipun kembali ke desa, mereka tidak memiliki tanah untuk digarap. Sedangkan bila meneruskan hidup di kota, mendapatkan pekerjaan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Langkah Pemerintah
Dampak dari masalah pengangguran di kota-kota di Cina adalah mendesaknya reformasi Hukou (semacam KTP). Hukou ini terbagi menjadi dua, yakni desa dan kota, ini salah satu cara dari pemerintah Cina untuk mengontrol pergerakan penduduk dari desa ke kota atau sebaliknya. Dengan begitu banyaknya pencari kerja yang mencari peruntungan di kota, pemerintah Cina tidak bisa tidak harus mengubah aturan mengenai hukou ini.
Kam Wing Chan, Professor Geografi Universitas Washington, menyarankan bahwa pemerintah Cina dapat memperpanjang hukou kota bagi pekerja yang berasal dari lulusan perguruan tinggi dan buruh migran.
Oleh karena itu, pemerintah Cina berdasarkan Dokumen No. 1 yang dikeluarkan Partai Komunis Cina pada akhir Januari 2010 lalu, yang menyebutkan bahwa buruh migran diizinkan untuk menetap permanen di kota-kota sedang dan besar. Kemudian berhak atas pelayanan publik dan fasilitas yang diterima oleh para penduduk kota.
Selain itu, dalam White Paper on China Human Resources 2010, tujuan utama dari pemerintah Cina adalah mengembangkan tenaga kerja di Cina dan memanfaatkan secara menyeluruh kemampuan masing-masing tenaga kerja dari 1,3 triliun penduduk Cina. Hal ini merupakan tantangan bagi Cina yang menyandang predikat sebagai negara yang memiliki pertumbuhan tertinggi di dunia.