Sabtu, 30 Januari 2010

Kerjakan yang Mudah, Kemudian yang Sulit

“economics first, politics later; easy first, more difficult later” –Wang Yi-

Pendekatan ini merupakan pendekatan yang dilakukan Beijing terhadap Taiwan, seperti yang dikatakan oleh Wang Yi, Kepala Kantor Bidang Taiwan (TAO). Hal ini juga mengacu kepada reunifikasi damai yang digaungkan oleh Cina. Kemudian cara ini juga sejalan dengan “Masyarakat Harmonis” (hexie shehui).

Ekonomi dan Mudah
Pada tanggal 21 Desember 2009, pertemuan tingkat tinggi antara China dan Taiwan diselenggarakan di Taichung. Pertemuan ini menyetujui kesepakatan penting di antara kedua belah pihak. Kesepakatan ini adalah Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) atau sebelumnya disebut Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA).
Diskusi mengenai Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi ini sudah dimulai sejak bulan Februari 2009. Berselang satu bulan, proposal mengenai kesepakatan kerja sama ekonomi ini lahir.
Menurut Terry Cooke, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya kesepakatan ini. Pertama, pembentukan Pondasi Pasar Lintas Selat oleh Wakil Presiden Vincent Siew pada tahun 2000. Kedua, bergabungnya Taiwan dan China ke WTO pada tahun 2001. Ketiga, penandatanganan Closer Economic Partnership Arrangements (CEPA) antara China dan Hong Kong pada tahun 2003. (China Brief, VOLUME IX ISSUE 11, 27 Mei 2009)
Penyebab lainnya yang mendukung kesepakatan ini adalah krisis finansial global. Kemudian China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) yang mulai diterapkan tahun ini dan dilanjutkan ASEAN+3 FTA pada tahun 2011.
Hal ini menjadi pertimbangan Taiwan dalam bidang ekonomi terutama perdagangan internasional. Dengan diterapkannya FTA, maka akan terjadi perdagangan tanpa tarif. Sedangkan negara yang tidak termasuk dalam FTA akan dikenakan tarif yang tinggi.
Zhao Hong dan Sarah Y. Tong, Research Fellow pada East Asia Institute, berpendapat bahwa bila ECFA terwujud akan membawa keuntungan bagi kedua belah pihak. Dilihat dalam neraca perdagangan lintas selat pada tahun 2008, Taiwan mengalami surplus mencapai AS$ 43 miliar. Taiwan akan dapat mengakses pasar China yang lebih besar. Kemudian hal ini akan membuat citra Taiwan lebih baik di dunia internasional dan dapat membawa dampak yang positif dalam hal investasi asing di Taiwan.


Politik dan Sulit
Setelah mengalami kemajuan hubungan pada bidang ekonomi, Cina sekarang menghadapi bagian yang sulit, yaitu politik dan keamanan. Hal ini dirasa sulit disebabkan oleh adanya Amerika Serikat (AS) yang berada di “belakang” Taiwan.
AS kembali dikritik oleh Cina yang masih meneruskan penjualan senjata kepada Taiwan. Perkembangan terakhir adalah AS sepakat menjual rudal Patriot III dan senjata anti rudal kepada Taiwan. Dengan berlanjutnya penjualan senjata ini, dikhawatirkan akan merusak hubungan antara Cina dan AS.
Menurut Nu Jun, penjualan senjata ini merupakan kesepakatan dari tahun 2008, ketika George W. Bush masih berkuasa dan senjata ini bersifat untuk pertahanan. Kecil kemungkinan hubungan kedua negara rusak hanya karena penjualan senjata ini.
Akan tetapi tampaknya Taiwan masih ingin meneruskan hubungan militernya dengan AS. Hal ini terlihat dari rencana Taiwan untuk membeli Frigate kelas Perry untuk menggantikan Frigate kelas Knox yang sudah mulai berusia lanjut. Alternatif rencana lainnya adalah Taiwan berencana hendak membeli Littoral Combat Ships (LCS), yang berukuran lebih kecil dan bertujuan untuk operasi sepanjang pesisir pantai. LCS ini bernilai sekitar NT$ 15 Miliar (AS$ 468.75 juta).
Menurut Brian T. Kennedy, bila pemerintah AS menginginkan adanya hubungan lintas selat yang damai, maka AS harus menolong Taiwan menciptakan perimbangan kekuatan. Hal ini akan mengarah kepada dialog yang damai tanpa nuklir atau intimidasi militer. Dengan demikian, hubungan antara AS dan Taiwan di bidang militer akan terus berlanjut.
Di lain pihak, pada tanggal 11 Januari 2010, Cina melaksanakan uji coba sistem pertahanan rudal mereka. Hal ini ditengarai merupakan respon Cina terhadap penjualan senjata AS kepada Taiwan. Meskipun pemerintah Cina beranggapan bahwa hal tersebut merupakan murni untuk sistem pertahanan dan tidak ditujukan ke negara manapun. Departemen Pertahanan Taiwan juga melaporkan bahwa jumlah rudal yang diarahkan kepada mereka meningkat menjadi 1.500 rudal.
Seiring dengan meningkatnya perekonomian, Cina mulai perlahan-lahan meningkatkan sistem pertahanan mereka. Belanja militer Cina naik 15,3 persen tahun 2009 menjadi 69 miliar dollar AS. Demi meredakan kekhawatiran yang merebak di luar negeri, Cina selalu menyatakan militernya pada dasarnya bersifat pertahanan. (Kompas, 13/01/10)
Setelah berhasil menuntaskan yang mudah, sekarang saatnya bagi Cina untuk menghadapi hal yang sulit. Hubungan tiga pihak antara Cina-Taiwan-AS sebaiknya menguntungkan bagi ketiga pihak dan dunia internasional.

Senin, 25 Januari 2010

Reformasi Rural Cina

Reformasi pedesaan yang dilaksanakan oleh Cina sejak setahun yang lalu, tampaknya menemui titik terang.
Di tengah bayang-bayang krisis finansial global, Cina tetap melaksanakan rencananya untuk mereformasi pedesaannya. Sejak reformasi dan keterbukaan dicanangkan pada akhir tahun 1978, daerah pedesaan pembangunannya perlahan-lahan tertinggal dari pembangunan di daerah perkotaan.
Warga-warga desa lebih tertarik bekerja sebagai buruh migran di kota-kota besar dibandingkan menjadi petani di desa tempat tinggalnya. Upah menjadi buruh migran juga lebih besar dibandingkan upah menjadi petani. Di samping itu, daerah perkotaan juga memerlukan buruh yang banyak untuk membangun infrastruktur kotanya.
Akan tetapi dengan semakin banyaknya buruh migran berakibat buruk bagi pedesaan, karena pembangunan pedesaan menjadi terhambat. Kemudian akan terjadi ketimpangan pendapatan antara desa dan kota. Maka pasangan Hu Jintao dan Wen Jiabao menetapkan haluan baru Cina, yaitu “Masyarakat Harmonis”. Salah satu tujuan dari haluan baru tersebut adalah untuk menyempitkan kesenjangan antara kaum miskin dan kaya, antara desa dan kota, antara barat dan timur.

Reformasi Pedesaan
Rapat Pleno ke-3, Komite Pusat PKC ke-17 yang dilaksanakan pada tanggal 9-12 Oktober 2008 di Beijing, menghasilkan keputusan untuk mereformasi pedesaan di RRC. Rapat yang dihadiri oleh 202 anggota tetap dan 166 anggota tidak tetap. Kemudian tidak ketinggalan sejumlah delegasi yang bekerja pada tingkat bawah yang bergerak di bidang pengembangan pertanian dan pedesaan, serta para ahli pertanian dan para petani menghadiri rapat tersebut.
Rapat Pleno tersebut menghasilkan beberapa “kewajiban” yang harus dilakukan untuk melakukan reformasi : pertama, menguatkan posisi dari pertanian sebagai fondasi dari pembangunan ekonomi nasional dan melakukan penyediaan pangan untuk 1.3 miliar penduduk RRC. Kedua, melindungi hak-hak dari petani dan merealisasikan, melindungi dan memperluas minat para petani. Ketiga, membebaskan dan mengembangkan kekuatan produktif di desa-desa. Kelima, memberikan perhatian penuh dan menyeluruh pada tingkat pedesaan dan perkotasan. Keenam, Menegakkan peran partai sebagai pimpinan dari pengembangan pedesaan.
Reformasi yang dilakukan oleh RRC tidak hanya berkutat pada bidang pertanian saja, melainkan juga mencakup reformasi di segala bidang seperti ekonomi, pendidikan, kesejahteraan sosial, dan lain sebagainya.
Pendidikan merupakan elemen penting yang menjadi salah satu tujuan reformasi pedesaan. RRC mendorong organisasi-organisasi yang berada di perkotaan untuk turun ke pedesaan untuk memberikan pengetahuan ilmiah dan pemberantasan buta huruf. Membantu masyarakat desa untuk menghilangkan takhayul dan membangun masyarakat harmonis yang menjunjung persamaan gender dan kejujuran. RRC berusaha meningkatkan level pendidikan di pedesaan terutama bagi anak-anak yang ditinggal oleh orang tuanya untuk bekerja di kota dan anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. RRC juga menyediakan tenaga profesional di tingkat kabupaten untuk melatih para petani dan mendorong para mahasiswa untuk kembali ke desa untuk bekerja. Tidak ketinggalan peningkatan kualitas dan peningkatan gaji guru di pedesaan.
Perubahan pada bidang kesejahteraan sosial terlihat pada pembangunan institusi-institusi kesehatan di desa-desa. RRC juga mendorong untuk memperbaiki sistem penanganan bencana alam dan mendorong kesejahteraan sosial terutama kepada orang tua, orang cacat, orang miskin dan anak yatim.

Komponen penting lainnya yang menjadi bagian dari program reformasi ini adalah pemberantasan korupsi di desa-desa. Terutama yang dilakukan oleh sekretaris partai yang berada di wilayah pedesaan.

Hasil yang mulai terlihat
Reformasi pada bidang ekonomi terlihat pada perubahan yang diusung RRC mengenai perbedaan pendapatan antara penduduk kota dan penduduk desa. Peningkatan pendapatan penduduk desa dirasakan sangat perlu untuk meminimalisir ketimpangan yang ada. Pendapatan per kapita di pedesaan pada tahun 2007 sebesar 4.140 yuan atau US$ 605.6, pendapatan dari tahun ke tahun sebesar 9.5 %. Kemudian RRC juga ingin meningkatkan tingkat konsumsi oleh masyarakat desa dan mengeliminasi kemiskinan pada tahun 2020.
Hanya berselang satu tahun, peningkatan pendapatan di pedesaan sudah mulai terlihat. Rata-rata pendapatan tahunan dari petani di Cina mencapai rekor tertinggi menjadi 5000 yuan atau sekitar Rp 6,9 juta per tahun. (Kompas, 29/12/09)
Peningkatan yang terlihat ini, semakin membuktikan reformasi yang dijalankan Cina berhasil. Akan tetapi peningkatan ini hanya terlihat dari nilai pendapatan saja, peningkatan di bidang-bidang lainnya belum terlihat secara signifikan. Jalan reformasi pedesaan yang dilakukan Cina masih panjang dan tantangan yang akan dihadapi tentu akan semakin berat.

Selasa, 19 Januari 2010

Cina-APEC

Deng Xiaoping mengumumkan “Reformasi dan Keterbukaan” pada akhir tahun 1978. Tujuan Deng hanya satu yaitu bagaimana membawa perekonomian Cina maju dan tidak ketinggalan dengan negara-negara lainnya di dunia.
Tetapi kenyataan berkata lain, 30 tahun berlalu, Cina menjadi raksasa ekonomi dunia. Bertranformasi menjadi negara yang memiliki ekonomi ketiga terbesar di dunia. Bahkan memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat di dunia. Tidak ada yang menyaingi ekonomi Cina, selain Amerika Serikat. Tetapi pada akhir tahun 2008, Amerika terseret dalam krisis finansial global yang menyebabkan Amerika harus berjibaku menyelamatkan negaranya dari kehancuran.
Cina di tengah terpaan badai krisis, tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 7 %. Keberhasilan Cina di bidang ekonomi membuat Cina memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Hal ini mempermudah Cina bersaing di kancah internasional. Dengan perlahan tetapi pasti, Cina mulai memainkan posisi penting di dunia. Terutama pada kerjasama di bidang ekonomi seperti APEC, yang pada 14-15 November 2009 diselenggarakan di Singapura.
APEC dalam dua dekade terakhir menjadi kunci kerja sama regional ekonomi di Asia Pasifik. Sejak berdiri tahun 1989, anggotanya terus bertambah dari 12 negara menjadi 21 negara. APEC menguasai 54% ekonomi global, 44 % perdagangan global dan 40% populasi dunia. Dalam kurun waktu 20 tahun, penurunan tarif perdagangan antara negara anggota APEC telah turun dari 17% menjadi kurang dari 6%. Perdagangan terus meningkat lima kali lipat.
Cina bergabung dengan APEC pada tahun 1991. Pada tahun tersebut merupakan tahun-tahun yang sulit bagi Cina. Karena Cina masih trauma dengan tragedi Tiananmen yang terjadi pada bulan Juni 1989. Hal ini pula yang membuat Cina agak terkucil dari dunia internasional. Perekonomian Cina dapat dikatakan belum pulih sepenuhnya akibat peristiwa berdarah yang menyebabkan para demonstran tewas mengenaskan. Jiang Zemin mulai saat itu, secara terus-menerus menghadiri pertemuan dan melibatkan Cina dalam agenda acara APEC.
Salah satu kontribusi Cina yang signifikan dalam kerja sama ini adalah mendirikan akademi Cina-APEC yang telah disepakati pada pertemuan di Shanghai pada tahun 2001. Selang waktu satu tahun, pada tanggal 26 April 2002, Akademi Cina-APEC diresmikan. Akademi ini didukung oleh Universitas Nankai, yang merupakan salah satu dari 15 universitas yang memiliki pusat penelitian ilmu sosial bertaraf nasional.
Kebijakan Cina terhadap APEC tentu saja sejalan dengan tujuannya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan membukan jalur perdagangan dengan negara lain. Cina menginginkan APEC bertindak sebagai sebuah forum ekonomi dan memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi kawasan.
Cina menggunakan APEC sebagai jembatan untuk menyambungkan perdagangan dengan negara lain. Dalam forum ini Cina bertemu dengan para mitra dagangnya terutama Jepang dan Amerika Serikat. Dengan forum ini Cina juga bisa mendekatkan hubungan perdagangan dengan Taiwan.
Cina juga terus mengacu pada “Pendekatan APEC” sebagai moda dan prinsip dari kerja sama ekonomi antara negara-negara anggota. Pendekatan ini mengenal adanya keragaman dan menekankan pada prinsip sukarela, penyusunan konsensus, fleksibel dan bertahap.
Cina sangat mementingkan kerja sama teknologi dan ekonomi dalam forum APEC. Bila kedua poin penting di atas dapat bersinergi dengan liberalisasi perdagangan dan investasi, maka akan membawa perkembangan yang stabil di kawasan Asia Pasifik.
Hu Jintao dalam pidatonya kembali mengedepankan adanya liberalisasi perdagangan dan mengurangi praktek proteksionisme dari negara-negara maju. Kemudian Hu mengajak negara-negara lain untuk melanjutkan Doha Round yang telah delapan tahun terhenti. Mengingat ”Bogor Goals” yang telah disepakati bersama pada tahun 1994, bahwa negara-negara maju harus meliberalisasi perdagangannya pada tahun 2010 dan negara berkembang pada tahun 2020.
Menurut Barry Desker, APEC yang sudah berumur 20 tahun ini memiliki janji yang sama tetapi dengan tantangan yang baru. Janjinya yaitu liberalisasi perdagangan, tetapi dalam situasi global yang sedang dilanda krisis.
Menurut Andrew Elek, komitmen APEC yang bersifat outward looking menjadi hal penting dalam mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh krisis finansial global. Tetapi hal tersebut dirasa masih kurang, dengan mempertimbangkan imbas yang dihasilkan oleh krisis itu sendiri. APEC diharapkan dapat mengambil langkah yang signifikan dalam menghadapi krisis. Tidak hanya berbicara saja tanpa melahirkan suatu aksi yang jelas.
Acara foto bersama para pemimpin negara dengan kostum yang disediakan oleh negara penyelenggara merupakan acara yang paling signifikan di antara agenda acara yang diselenggarakan oleh APEC seperti yang diungkapkan oleh Teymoor Nabili. Sindiran ini menunjukkan bahwa APEC belum menjalankan fungsinya dengan baik dan hanya menjadi ajang unjuk bergaya.

Sabtu, 16 Januari 2010

Reformasi Pedesaan Cina

Reformasi pedesaan yang dilaksanakan oleh Cina sejak setahun yang lalu, tampaknya menemui titik terang.
Di tengah bayang-bayang krisis finansial global, Cina tetap melaksanakan rencananya untuk mereformasi pedesaannya. Sejak reformasi dan keterbukaan dicanangkan pada akhir tahun 1978, daerah pedesaan pembangunannya perlahan-lahan tertinggal dari pembangunan di daerah perkotaan.
Warga-warga desa lebih tertarik bekerja sebagai buruh migran di kota-kota besar dibandingkan menjadi petani di desa tempat tinggalnya. Upah menjadi buruh migran juga lebih besar dibandingkan upah menjadi petani. Di samping itu, daerah perkotaan juga memerlukan buruh yang banyak untuk membangun infrastruktur kotanya.
Akan tetapi dengan semakin banyaknya buruh migran berakibat buruk bagi pedesaan, karena pembangunan pedesaan menjadi terhambat. Kemudian akan terjadi ketimpangan pendapatan antara desa dan kota. Maka pasangan Hu Jintao dan Wen Jiabao menetapkan haluan baru Cina, yaitu “Masyarakat Harmonis”. Salah satu tujuan dari haluan baru tersebut adalah untuk menyempitkan kesenjangan antara kaum miskin dan kaya, antara desa dan kota, antara barat dan timur.

Reformasi Pedesaan
Rapat Pleno ke-3, Komite Pusat PKC ke-17 yang dilaksanakan pada tanggal 9-12 Oktober 2008 di Beijing, menghasilkan keputusan untuk mereformasi pedesaan di RRC. Rapat yang dihadiri oleh 202 anggota tetap dan 166 anggota tidak tetap. Kemudian tidak ketinggalan sejumlah delegasi yang bekerja pada tingkat bawah yang bergerak di bidang pengembangan pertanian dan pedesaan, serta para ahli pertanian dan para petani menghadiri rapat tersebut.
Rapat Pleno tersebut menghasilkan beberapa “kewajiban” yang harus dilakukan untuk melakukan reformasi : pertama, menguatkan posisi dari pertanian sebagai fondasi dari pembangunan ekonomi nasional dan melakukan penyediaan pangan untuk 1.3 miliar penduduk RRC. Kedua, melindungi hak-hak dari petani dan merealisasikan, melindungi dan memperluas minat para petani. Ketiga, membebaskan dan mengembangkan kekuatan produktif di desa-desa. Kelima, memberikan perhatian penuh dan menyeluruh pada tingkat pedesaan dan perkotasan. Keenam, Menegakkan peran partai sebagai pimpinan dari pengembangan pedesaan.
Reformasi yang dilakukan oleh RRC tidak hanya berkutat pada bidang pertanian saja, melainkan juga mencakup reformasi di segala bidang seperti ekonomi, pendidikan, kesejahteraan sosial, dan lain sebagainya.
Pendidikan merupakan elemen penting yang menjadi salah satu tujuan reformasi pedesaan. RRC mendorong organisasi-organisasi yang berada di perkotaan untuk turun ke pedesaan untuk memberikan pengetahuan ilmiah dan pemberantasan buta huruf. Membantu masyarakat desa untuk menghilangkan takhayul dan membangun masyarakat harmonis yang menjunjung persamaan gender dan kejujuran. RRC berusaha meningkatkan level pendidikan di pedesaan terutama bagi anak-anak yang ditinggal oleh orang tuanya untuk bekerja di kota dan anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. RRC juga menyediakan tenaga profesional di tingkat kabupaten untuk melatih para petani dan mendorong para mahasiswa untuk kembali ke desa untuk bekerja. Tidak ketinggalan peningkatan kualitas dan peningkatan gaji guru di pedesaan.
Perubahan pada bidang kesejahteraan sosial terlihat pada pembangunan institusi-institusi kesehatan di desa-desa. RRC juga mendorong untuk memperbaiki sistem penanganan bencana alam dan mendorong kesejahteraan sosial terutama kepada orang tua, orang cacat, orang miskin dan anak yatim.

Komponen penting lainnya yang menjadi bagian dari program reformasi ini adalah pemberantasan korupsi di desa-desa. Terutama yang dilakukan oleh sekretaris partai yang berada di wilayah pedesaan.

Hasil yang mulai terlihat
Reformasi pada bidang ekonomi terlihat pada perubahan yang diusung RRC mengenai perbedaan pendapatan antara penduduk kota dan penduduk desa. Peningkatan pendapatan penduduk desa dirasakan sangat perlu untuk meminimalisir ketimpangan yang ada. Pendapatan per kapita di pedesaan pada tahun 2007 sebesar 4.140 yuan atau US$ 605.6, pendapatan dari tahun ke tahun sebesar 9.5 %. Kemudian RRC juga ingin meningkatkan tingkat konsumsi oleh masyarakat desa dan mengeliminasi kemiskinan pada tahun 2020.
Hanya berselang satu tahun, peningkatan pendapatan di pedesaan sudah mulai terlihat. Rata-rata pendapatan tahunan dari petani di Cina mencapai rekor tertinggi menjadi 5000 yuan atau sekitar Rp 6,9 juta per tahun. (Kompas, 29/12/09)
Peningkatan yang terlihat ini, semakin membuktikan reformasi yang dijalankan Cina berhasil. Akan tetapi peningkatan ini hanya terlihat dari nilai pendapatan saja, peningkatan di bidang-bidang lainnya belum terlihat secara signifikan. Jalan reformasi pedesaan yang dilakukan Cina masih panjang dan tantangan yang akan dihadapi tentu akan semakin berat.

Rabu, 13 Januari 2010

Cina dan Perubahan Iklim

Pertemuan yang ditunggu-tunggu telah tiba, tanggal 7-18 Desember, semua mata tertuju ke ibukota Denmark, yakni Kopenhagen. United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) merupakan konvensi yang akan membahas perubahan iklim di bumi yang semakin hari semakin panas.
Dunia bersatu dalam satu konvensi untuk memikirkan planet yang kita tempati bersama. Bersama-sama mencari solusi untuk mencegah perubahan iklim ke tingkat yang lebih parah. Berdasarkan produksi karbondioksida yang dihasilkan di seluruh dunia, Cina menempati urutan pertama negara yang memproduksi gas buang CO2 tertinggi melewati Amerika Serikat (AS). Tidak heran Cina menjadi sorotan utama dalam pertemuan tersebut bersama dengan AS.
Apa langkah-langkah yang telah diambil Cina dalam menghadapi perubahan lingkungan?

Langkah Cina

Pada Maret 2008, Kongres Rakyat Nasional mengesahkan Departemen Perlindungan Lingkungan. Sebelum berdirinya departemen ini, badan perlindungan lingkungan ini disebut State Environmental Protection Administration (SEPA).
Departemen yang dipimpin oleh Zhou Shengxian ini, bertugas melakukan serangkaian perlindungan lingkungan. Mulai dari pengawasan, perencanaan undang-undang, serta pelaksanaan dari undang-undang tersebut.
Berselang tujuh bulan, Cina mengeluarkan China’s White Paper on Climate Change yang diberi judul “Kebijakan dan Aksi Cina dalam Menghadapi Perubahan Iklim”. Dengan adanya program ini langkah Cina semakin kokoh dan jelas dalam menghadapi masalah perubahan iklim. Sebelumnya pada bulan Juni 2007, Cina sudah mengeluarkan “Program Nasional Perubahan Iklim Cina”.
Aksi untuk melindungi lingkungan sudah dilaksanakan Cina sejak tahun 1970an. Pada saat itu, Cina sudah menetapkan prinsip-prinsip untuk mengatur dan mengalokasi pengeluaran dari perlindungan lingkungan.
Prinsip-prinsipnya adalah pertama, menekankan pada tindakan pencegahan dan secara ketat mengontrol sumber polusi baru. Kedua, menetapkan pencegahan polusi harus dimulai pada saat proses industri berlangsung. Ketiga, pelaku pecemaran harus menanggung biaya pemulihan lingkungan. Keempat, memberikan bantuan finansial kepada para perusahaan yang berupaya untuk mencegah polusi. Kelima, mengontrol polusi secara terpusat untuk mengurangi masalah-masalah lingkungan di perkotaan.
Bahkan pemerintah Cina telah melakukan investasi untuk penghematan energi. Pada tahun 1991-1993, Cina meningkatkan investasi mencapai 17 miliar Yuan untuk konstruksi modal dan konservasi energi.
Li Keqiang pada bulan Agustus 2009, mengadakan rapat mengenai survei nasional tentang polusi. Dalam rapat ini, Li menghimbau untuk terus menjaga lingkungan dan menyelesaikan masalah mengenai polusi ini, yang bertujuan untuk menjaga pembangunan berkelanjutan di Cina dan meningkatkan kualitas dan standar hidup rakyatnya.



Tantangan Cina

Cina menghadapi tantangan yang berat akibat perubahan iklim ini. Tantangan ini tidak bisa tidak ditangani dan diberi perhatian yang lebih serius.
Cina akan menghadapi salah satu krisis air terparah di dunia. Pemanasan global akan menyebabkan menurunnya curah hujan di daerah utara Cina dan meningkatkan curah hujan di bagian selatan Cina. Akibatnya daerah utara akan mengalami kekeringan, sedangkan banjir akan terus mengancam daerah selatan Cina.
Selain krisis air, Cina juga akan menghadapi krisis pangan. Berdasarkan laporan Pemerintah Cina dan Inggris pada bulan September 2004, produksi Beras, Gandum dan Jagung Cina selama 20 hingga 80 tahun ke depan akan mengalami penurunan hingga 20-37 persen. Dapat dibayangkan Cina akan kesulitan memberi makan rakyatnya yang mungkin pada saat itu penduduknya sudah mencapai 2 miliar lebih.
Kemudian kasus pencemaran lingkungan yang terus berlangsung akan menambah daftar tantangan Cina dalam menghadapi perubahan iklim. Seperti contohnya bulan Agustus lalu, terdapat kasus pencemaran lingkungan. Kasus pencemaran timah oleh Perusahaan Dongling di provinsi Shaanxi, kemudian terjadi kembali kasus pencemaran yang terjadi di Kunming, Yunnan. Hal ini merupakan sebagian kasus pencemaran yang terjadi di Cina. Pencemaran ini membawa dampak buruk yakni 615 anak menjadi korban pencemaran di Shaanxi, kemudian 200 anak menderita keracunan di provinsi Yunnan.
Pencapaian yang sungguh positif dalam bidang ekonomi tetapi negatif di bidang lingkungan terjadi pada tahun 2004. Cina menjadi produsen mobil keempat terbesar di dunia dan konsumen ketiga terbesar. Tingkat kepemilikan mobil di Cina meningkat 19 persen per tahun. Dampak yang muncul adalah masing-masing meningkatkan pendapatan dan karbondioksida.
Dalam menjawab tantangan tersebut sungguh tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak hambatan yang merintangi langkah Cina untuk menjaga lingkungan. Dibutuhkan sinergi antara satu negara dengan negara lainnya. Karena hal ini merupakan masalah bersama dan menyangkut nyawa seluruh makhluk hidup di seluruh dunia.

Gerbang Masuk

20 Desember merupakan tanggal yang penting bagi Macau dan Cina, tanggal ini adalah tanggal dimana Macau bergabung dengan Cina.
Macau ditetapkan sebagai Daerah Administrasi Khusus, yang merupakan hasil penetapan “Satu negara, Dua Sistem”. Satu Negara yaitu Cina, dengan dua sistem yang berbeda yakni sistem Cina dan Macau. Macau berhak mengatur daerahnya dengan cara dan sistemnya sendiri. Macau dipimpin oleh seorang ketua eksekutif yang mengatur jalannya pemerintahan.
Keberhasilan Cina mengusung “Satu Negara, Dua Sistem” ini terlihat pada survei yang dikeluarkan Universitas Macau pada tanggal 3 Desmber 2009, yang menunjukkan 96% penduduk Macau merasa puas setelah bergabung dengan Cina.
Dua tahun setelah Hong Kong bergabung dengan Cina, Macau menyusul bergabung pada tanggal 20 Desember 1999. Bagaimana keadaan Macau setelah sepuluh tahun bergabung dengan Cina?

Ekonomi
Dalam 10 tahun ini, Macau telah berkembang menjadi daerah yang berkembang dalam hal perekonomian. Hal ini terlihat pada pertumbuhan GDP yang tinggi, pada tahun 2004 sebesar 28,4 %, pada tahun 2005 sebesar 6,9 %. Kemudian pada tahun 2006, meningkat menjadi 16,6 %. Pada tahun 2007, tumbuh lagi mencapai 25.3%. Peningkatan ini menjadikan Macau salah satu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.
Macau mengedepankan ekonomi yang berorientasi ekspor dengan peran pemerintah, perdagangan internasional, perdagangan jasa, stabilitas harga, lingkungan bisnis yang terbuka, investasi asing, dan pendapatan per kapita yang tinggi. Industri-industri yang menjadi andalan Macau adalah pariwisata, perjudian, tekstil, perhotelan, dan perkapalan.
Perjudian menjadi salah satu aset penting di Macau, karena perjudian menjadi tulang punggung ekonomi di daerah administratif khusus tersebut. Sebutan Las Vegas Asia sangat cocok dengan Macau. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kasino yang bertebaran di Macau. Kebanyakan penjudi yang bermain di Macau berasal dari Cina Daratan. Pada tahun 2002, hanya 37% pengunjung dari Cina Daratan. Tetapi pada tahun 2006, meningkat menjadi 54%.
Pada tahun 2002, Macau hanya memiliki 11 kasino yang terdiri dari 339 meja permainan dan 808 mesin slot. Pada tahun 2007, semua angka ini meningkat pesat, Macau memiliki 26 kasino, 2.970 meja permainan dan 7.349 mesin slot.
Statistik terakhir menunjukkan tercatat sebesar 4.312 meja permainan dan 12.835 mesin slot.
Untuk meningkatkan perekonomian di Delta Sungai Mutiara, Cina akan membangun jembatan terbesar di dunia. Jembatan ini akan menyambungkan antara Guangdong, Hong Kong dan Macau. Pembangunan infrastruktur ini, tidak dapat dipungkiri lagi akan menumbuhkan perekonomian di wilayah delta sungai Mutiara.
Akan tetapi terpaan krisis finansial global membuat Macau juga ikut goyah. Hal ini terlihat dari penurunan nilai GDP yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya yakni hanya mencapai 13.2%.
Selama tahun 2008, tidak hanya GDP saja yang mengalami penurunan tetapi diikuti dengan bidang-bidang yang lainnya. Ekspor barang menurun mencapai 25.4 %, ekspor menuju Amerika Serikat, yang merupakan daerah tujuan ekspor utama Macau menurun sebesar 53.4 %. Sedangkan ekspor ke Cina dan Uni Eropa sebesar 23.4 % dan 72.1%. Penurunan nilai ekspor ini disebabkan oleh turunnya penjualan tekstil dan garmen di luar negeri mencapai 56.5%. Pada bulan April 2009, ekspor mesin hanya mencapai 48.9%.
Bidang perjudian juga mengalami guncangan, pendapatan pajak dari perjudian tercatat pada bulan Januari 2008 sebesar 67.3%, mengalami penurunan drastis mencapai -3.8%.
Menurut Zhang Yang dan Kwan Fung, untuk mengatasi penurunan pertumbuhan perekonomian Macau diperlukan diversifikasi ekonomi. Bidang ekonomi non-judi termasuk bidang pariwisata harus dieksplorasi lebih dalam. Hal ini akan menciptakan ruang untuk diversifikasi vertikal, sambil mengkonsolidasi keunggulan industri lainnya.
Faktor kunci lainnya adalah pengembangan MICE (Pertemuan, Insentif, Konvensi, Pameran) untuk mendiversifikasikan ekonominya. Hal ini akan mengintegrasikan perjudian, pusat perbelanjaan, konferensi, pameran, hiburan dan perhotelan.
Macau secara geografis terletak di selatan Cina, sesuai dengan namanya dalam bahasa Cina yang berarti ”Gerbang Masuk” menuju Cina.

Ada Naga Di Antara Seribu Gajah

Pada 9 Desember 2009, Southeast Asian Games telah dibuka di Vientiane, Laos. Hal ini menjadi hal yang bersejarah bagi Laos yang untuk pertama kalinya menggelar SEA Games. Pada SEA Games ke-25 ini, Laos berusaha untuk menjadi tuan rumah yang baik. Meskipun negara mereka mengalami ketertinggalan ekonomi dibandingkan negara-negara lainnya di ASEAN.
Dalam rangka menyelenggarakan pesta olahraga rutin dua tahunan di kawasan ASEAN ini, Laos membangun stadion nasional yang berkapasitas 20.000 ribu penonton. Pembangunan ini didukung oleh negara-negara lainnya seperti saudara tua Laos yakni Vietnam dan Thailand. Kemudian sahabat baru Laos yaitu Cina. Masuknya Cina ke dalam kawasan ASEAN ini sudah dimulai sejak tahun 1990an. Tetapi kemudian hubungan di antara kedua belah pihak semakin mendalam dengan bergabungnya Cina sebagai mitra wicara ASEAN dan akhirnya menciptakan kerangka hubungan baru antara lain ASEAN+3 dan ASEAN+1.
Dalam hal ini, kita akan melihat bagaimana perkembangan hubungan antara Cina dan Laos, yang merupakan salah satu negara termiskin di ASEAN.

Memperdalam Hubungan
Hubungan antara kedua negara ini mulai mesra sejak Perdana Menteri Kaysone melaksanakan kunjungan ke Beijing pada tahun 1989. Kemudian tiga tahun berselang, Cina dan negara-negara di wilayah Mekong mendirikan Greater Mekong Subregion (GMS). Hubungan ini diprakarsai oleh Asian Development Bank (ADB). Hubungan ini diharapkan dapat menumbuhkan perekonomian di wilayah Mekong. Cina memainkan peranan dalam mengembangkan hubungan ekonomi regional di kawasan tersebut dan mengintegrasikan pembangunan antara Mekong dan wilayah barat daya Cina. Dengan demikian kemiskinan di wilayah Mekong dapat diberantas.
Cina mulai membangun hubungan baik dengan ASEAN. Diawali dengan bertindak sebagai mitra wicara. Kemudian hubungan antara Cina dan ASEAN semakin mendalam dengan ditandai terbentuknya hubungan ASEAN+3 dan ASEAN+1. Pada tahun 2010, Cina-ASEAN akan memulai perdagangan bebas.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, Cina menguasai sebagian besar ekonomi Laos, mulai dari pertambangan, tenaga air, karet, ritel sampai bidang perhotelan. Pada tahun 2008, pemerintah Yunnan telah menyelesaikan cetak biru atau disebut dengan Northern Plan, yang berisi rencana untuk mengembangkan sektor-sektor industri pada bagian utara Laos pada tahun 2020. Bahkan Cina akan membuat dan meluncurkan satelit untuk Laos. Tidak hanya satelit saja, Cina juga akan membangun stasiun pencari satelit dan jaringan komunikasi.
Untuk mengembangkan pada sektor pariwisata, sudah dibuka penerbangan langsung dari Hong Kong ke Laos. Kemudian pada tanggal 6 November 2007, China Southern Airlines membuka jalur penerbangan dari Guangzhou menuju Vientiane. Pada tahun 2007, 40% investasi asing di Laos berasal dari Cina, yang total investasinya mencapai AS$ 1.1 miliar terhitung hingga akhir Agustus 2009.
Perdagangan antara Laos dan Cina mencapai AS$ 250 juta pada tahun 2007 dan akan terus meningkat hingga AS$ 1 miliar dalam beberapa tahun mendatang. Pada tahun 2008, nilai ekspor Laos menuju Cina mencapai AS$ 140.4 juta atau 8.5 % dari total ekspor Laos. Menjadikan Cina sebagai negara tujuan ketiga ekspor Laos. Sedangkan Laos merupakan pasar baru untuk barang-barang murah dari Cina. Impor barang dan jasa dari Cina meningkat hingga 85 % yakni senilai AS$ 318.3 juta.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, orang-orang yang berasal dari daratan Cina yang menetap di Laos meningkat secara stabil. Tercatat lebih dari 30.000 orang menetap di Laos, tidak hanya di bagian utara saja, tetapi juga di Vientiane.


Sisi Negatif
Magnus Andersson, Anders Engwall, dan Ari Kokko mengatakan bahwa efek utama dari hubungan antara kedua negara ini adalah pertama, peningkatan permintaan komoditas utama Laos oleh Cina. Kedua, peningkatan barang-barang, terutama dari sektor manufaktur, Cina yang masuk dan bersaing dengan barang-barang produksi domestik Laos. Ketiga, peningkatan perdagangan di bagian utara Laos yang berbatasan langsung dengan Cina.
Ketiga efek ini tidak hanya menimbulkan dampak positif tetapi juga menimbulkan dampak yang negatif bagi Laos. Dengan masuknya barang-barang dari Cina, produsen domestik akan mengalami kesulitan untuk bersaing dengan barang-barang dari Cina, yang lebih murah dan memiliki kualitas yang lebih baik.
Daniel Allen menyebutkan bahwa Boten, sebuah kota di bagian utara Laos yang merupakan zona ekonomi spesial, dipenuhi oleh segala hal yang berbau Cina. Mulai dari restoran sampai judi. Warga Laos tidak diijinkan untuk berjudi, tetapi warga Cina bebas berjudi dan melewati perbatasan tanpa memerlukan visa. Kemudian warga kota Boten yang lama direlokasi sejauh 20 km. Kekhawatiran akan eksploitasi alam yang berlebihan juga meningkat. Banyak binatang yang dijual menuju Cina, mulai dari yang umum hingga spesies yang langka.
Sungguh disayangkan bila Laos berada dalam situasi yang seperti ini. Mungkin di masa yang akan datang dampak negatif yang ditimbulkan Cina akan meningkat. Untuk kebaikan kedua negara, pemerintah Cina maupun Laos mempertimbangkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh hubungan ini.

Perdagangan Manusia Cina-Mekong

Perdagangan manusia (human traficking) semakin memprihatinkan. Hal ini merupakan suatu masalah global yang membutuhkan kerja sama yang kuat antar negara untuk memerangi perdagangan manusia ini.
Pada tanggal 29 November 2009 lalu, Cina menegaskan untuk bergabung melawan perdagangan manusia dengan negara di wilayah Sungai Mekong. Hal ini disebabkan oleh perdagangan manusia yang semakin meningkat di wilayah Cina-Mekong.
Dilaporkan sampai pada pertengahan bulan Oktober 2009 ini, sebanyak 2.008 anak telah diamankan akibat perdagangan manusia. Sebanyak 1.717 kasus terkait perdagangan manusia telah diusut oleh polisi. Melihat angka-angka yang sungguh besar, tidak bisa tidak Cina dan negara di wilayah sungai Mekong melakukan kerja sama melawan perdagangan manusia.

Cina-Mekong
Sejak tahun 1992, Cina dan Negara-negara di wilayah Mekong telah membangun hubungan di bawah naungan Greater Mekong Subregion (GMS). Hubungan ini diprakarsai oleh Asian Development Bank (ADB). Berdasarkan hubungan ini diharapkan dapat menumbuhkan perekonomian di wilayah Mekong. Cina memainkan peranan dalam mengembangkan hubungan ekonomi regional di kawasan tersebut dan mengintegrasikan pembangunan antara Mekong dan wilayah barat daya Cina. Dengan demikian kemiskinan di wilayah Mekong dapat diberantas.
Cina turut membantu dalam pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut. Pembangunan Jalur Rel Kereta Trans-Asia. Pembangunan jalan tol sepanjang 2.000 km dari Kunming ke Bangkok via Laos. 1.500 kilometer jalan tol juga dibangun melintas dari Da Nang, Vietnam menuju Myanmar melalui Laos dan Thailand. Cina juga membantu pembangunan stadion di Laos untuk persiapan SEA Games 2009.
Sedangkan Cina memperoleh keuntungan penuh dalam mendapatkan sumber daya alam dari Negara-negara wilayah Mekong. Cina menjadi investor utama di Myanmar, investasi Cina mencapai nilai AS$ 280 juta. Cina sebaliknya mendapatkan pasokan gas dan minyak bumi dari Myanmar. Cina juga mendapatkan keuntungan dari pembangunan bendungan di wilayah Mekong. Hal ini membantu kedua belah pihak menambah pembangkit listrik tenaga air.
Pertambangan dan kebutuhan akan kayu juga menjadi alasan Cina tetap menjalin hubungan baik dengan wilayah Mekong. Pertambangan Bauksit dan Alumunium di Kamboja, Laos dan Vietnam merupakan salah satu contohnya.

Perdagangan Manusia
Posisi geografis Cina yang berbatasan langsung dengan negara-negara ASEAN, terutama negara-negara yang dalam satu aliran sungai Mekong. Sungguh mudah untuk melakukan transaksi perdagangan termasuk perdagangan manusia.
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) melaporkan pada bulan Februari 2009, hampir 20 persen perdagangan manusia mayoritas adalah anak-anak. Sedangkan di beberapa negara wilayah sungai mekong sebagian besar populasi adalah anak-anak.
Penyebab utama terjadinya perdagangan manusia menurut United Nations Children’s Fund adalah bukan kemiskinan. Melainkan permintaan akan buruh murah, hubungan seksual dengan anak di bawah umur, adopsi ilegal perempuan untuk dinikahkan.
Sebenarnya Cina dengan Vietnam telah melakukan proyek percobaan dalam mencegah perdagangan manusia. Proyek ini dimulai sejak tahun 2001 dan didukung langsung oleh Departemen Keamanan Publik Cina. Kantor-kantor perwakilan didirikan di kota sepanjang perbatasan Cina dan Vietnam. Kota-kota tersebut adalah Dongxing, Pingxiang dan Jingxi yang terletak di Daerah Otonomi Guangxi; Ruili, Hekou, Longchuan dan Mohan berlokasi di Provinsi Yunnan.
UNICEF bekerja sama dengan Cina memberikan kursus enam bulan mengenai Vietnam. Hal ini bertujuan untuk melancarkan komunikasi antara polisi Cina dengan warga atau korban. Hasil dari kerja sama ini cukup signifikan. Pada tahun 2005 dan 2006, operasi ad hoc anti perdagangan manusia antara kedua negara ini telah menyelamatkan ratusan orang.
Perdagangan manusia ini tidak hanya ke Cina melainkan keluar Cina juga cukup banyak. Sejak tahun 2002, perdagangan manusia khususnya perempuan keluar dari Cina menuju Malaysia dan Thailand mengalami peningkatan. Sedangkan perempuan dari Laos dan Vietnam diperdagangkan menuju Cina.
Pada tahun 2004, Cina dengan negara-negara wilayah mekong telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) mengenai melawan perdagangan manusia secara individual. Pada akhir tahun 2007, Cina telah mengeluarkan Aksi Rencana Nasional dalam memerangi Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (2008-2012), melibatkan lebih dari 30 departemen. Kantor anti perdagangan manusia didirikan dalam Departemen Keamanan Publik.
Perlawanan tidak hanya datang dari pemerintah, tetapi juga datang dari Lembaga Swadaya Masyarakat seperti All-China Women’s Federation dan Save the Children. LSM ini menyediakan konsultasi mengenai hak-hak secara hukum dan menyediakan pengobatan baik medis maupun psikologis.
Tindakan-tindakan lainnya yang telah ditempuh oleh Cina adalah menyelenggarakan seminar-seminar. Pemberitahuan akan bahaya perdagangan manusia melalui media massa dan cetak juga terus dilakukan.
Menurut www.humantraficking.org mengutip Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, menyarankan Cina untuk lebih mengambil langkah-langkah yang lebih signifikan dalam kasus perdagangan manusia ini. Merevisi peraturan perdagangan manusia agar sejalan dengan dunia internasional. Termasuk peraturan mengenai pelarangan eksploitasi seksual di bawah umur 18 tahun secara komersial dan eksploitasi buruh.

Kesepakatan Penting

Pada tanggal 21 Desember 2009, pertemuan tingkat tinggi antara China dan Taiwan diselenggarakan di Taichung. Pertemuan ini menyetujui kesepakatan penting di antara kedua belah pihak hubungan kedua belah pihak. Kesepakatan ini adalah Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) atau sebelumnya disebut Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA). Kesepakatan ini merupakan kesepakatan kerja sama ekonomi yang akan membawa hubungan kedua belah pihak semakin mesra.
Kesepakatan ini akan membawa hubungan lintas selat ke tingkat berikutnya. Para pemrotes mengkritik kesepakatan ini, karena akan melancarkan unifikasi. Apakah Taiwan berniat untuk unifikasi dengan China?


Hubungan Lintas Selat
Sejak Kuomintang (KMT) merebut kekuasaan dari tangan Partai Progresif Demokratik (DPP) dan menempatkan Ma Ying Jeou sebagai Presiden Taiwan, hubungan lintas selat mengalami kemajuan yang signifikan. Tetapi jalan untuk reunifikasi masih panjang, karena disebabkan oleh kampanye “Tiga Tidak” oleh Ma pada pemilihan presiden lalu, yaitu tidak reunifikasi, tidak merdeka, tidak menggunakan kekerasan.
Akan tetapi hal ini menjadi angin segar bagi Beijing. Karena Taiwan tidak meneruskan perjuangan untuk merdeka. Tetapi di sisi lain juga tidak ada reunifikasi di antara kedua pihak. Hal ini menandakan bahwa Presiden Ma ingin mempertahankan status quo yang dimiliki Taiwan sekarang.
Beijing melalui jalan ekonomi memperdalam hubungan lintas selat ini. Pada 26 April 2009, kedua belah pihak menyetujui untuk meningkatkan penerbangan langsung dari China ke Taiwan. Kemudian meningkatkan kerja sama di bidang finansial, bekerja sama dalam mengurangi tingkat kejahatan dan saling menawarkan bantuan hukum.
Tiga hari berselang, Taiwan pertama kalinya berpartisipasi di kancah internasional, yakni hadir dalam World Health Assembly (WHA). Hal ini menjadi sebuah kemajuan bagi Taiwan di bidang internasional dan China tidak menghalangi Taiwan untuk berpartisipasi dalam pertemuan tersebut. Justru menunjukkan ingin memperbaiki hubungan dengan Taiwan.

ECFA
Diskusi mengenai Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi ini sudah dimulai sejak bulan Februari 2009. Berselang satu bulan, proposal mengenai kesepakatan kerja sama ekonomi ini lahir.
Menurut Terry Cooke, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya kesepakatan ini. Pertama, pembentukan Pondasi Pasar Lintas Selat oleh Wakil Presiden Vincent Siew pada tahun 2000. Kedua, bergabungnya Taiwan dan China ke WTO pada tahun 2001. Ketiga, penandatanganan Closer Economic Partnership Arrangements (CEPA) antara China dan Hong Kong pada tahun 2003. (China Brief, VOLUME IX ISSUE 11, 27 Mei 2009)
Penyebab lainnya yang semakin mendukung kesepakatan ini adalah krisis finansial global. Kemudian China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) yang akan mulai diterapkan tahun 2010 dan dilanjutkan ASEAN+3 FTA pada tahun berikutnya.
Hal ini menjadi pertimbangan Taiwan dalam bidang ekonomi terutama perdagangan internasional. Dengan diterapkannya FTA, maka akan terjadi perdagangan tanpa tarif. Sedangkan negara yang tidak termasuk dalam FTA akan dikenakan tarif yang tinggi.
Zhao Hong dan Sarah Y. Tong, Research Fellow pada East Asia Institute, mengatakan bahwa bila ECFA terwujud akan membawa keuntungan bagi kedua belah pihak. Dilihat dalam neraca perdagangan lintas selat pada tahun 2008, Taiwan mengalami surplus mencapai AS$ 43 miliar. Taiwan akan dapat mengakses pasar China yang lebih besar. Kemudian hal ini akan membuat citra Taiwan lebih baik di dunia internasional dan dapat membawa dampak yang positif dalam hal investasi asing di Taiwan.
Berdasarkan survei Mainland Affairs Council (MAC) yang dilaksanakan pada 8-11 April 2009, 70% rakyat Taiwan setuju bila Taiwan menandatangani EFCA. 60.3% rakyat Taiwan percaya bahwa dengan ditandatangani ECFA, maka akan membantu Taiwan membuat kesepakatan FTA dengan negara lain. Sedangkan efek apa yang akan ditimbulkan bila ditandatangani ECFA? 55.9% mengatakan akan menimbulkan efek yang positif, 22.2% percaya akan menimbulkan efek negatif, 12,7% tidak menimbulkan efek apa-apa dan 9.2% tidak tahu. Dilihat dari hasil survei ini, dapat disimpulkan bahwa rakyat Taiwan mendukung adanya ECFA ini.
Sedangkan bagi China, menurut Li Fei, Deputi Direktur Pusat Penelitian Taiwan di Universitas Xiamen, kesepakatan ini akan membawa tiga keuntungan. Pertama, memperkuat kekuatan ekonomi China sebagai kekuatan ekonomi utama di kawasan tersebut. Kedua, menstabilkan hubungan lintas selat dan mendorong interaksi kebijakan antara kedua belah pihak. Ketiga, mendorong unifikasi damai melalu integrasi ekonomi.
Tampaknya kesepakatan ini menguntungkan Taiwan dalam bidang ekonomi yang semakin menekankan pada perdagangan bebas. Akan tetapi apakah kesepakatan ini merupakan alat China untuk mereunifikasi atau murni hanya kesepakatan ekonomi? Mari kita simak perkembangannya secara seksama.

CINA, JEPANG, DAN MEKONG

Pada tanggal 6-7 November 2009, dilangsungkan sebuah pertemuan Pertemuan tingkat tinggi antara Jepang dan Negara-negara di wilayah aliran sungai Mekong. Pertemuan ini dihadiri oleh pemimpin dari Jepang, Vietnam, Thailand, Laos, Kamboja dan Myanmar. Pertemuan ini menjadi cukup menjadi menarik, karena Perdana Menteri Thein Sein dari Myanmar hadir dalam pertemuan tersebut.
Tetapi di sisi lain, pertemuan ini dilangsungkan pada saat krisis antara Thailand dan Kamboja memuncak. Kedua Negara ini terlibat perselisihan mengenai Kuil Preah Vihear yang masih belum usai hingga sekarang. Ditambah lagi dengan penetapan Thaksin Shinawatra sebagai penasihat ekonomi Kamboja. Perdana Menteri Hun Sen justru menjamin keamanan dari mantan perdana menteri Thailand tersebut. Hal ini tentu saja membuat Thailand meradang.
Jepang dalam pertemuan ini tidak mengundang Cina. Padahal Cina juga salah satu Negara yang berada dalam aliran sungai Mekong. Dalam hal ini terlihat bahwa pertemuan ini hanya mengkhususkan Negara yang berasal dari ASEAN. Apakah Jepang ingin mengembalikan pengaruhnya di kawasan ASEAN yang akhir-akhir ini diambil alih oleh Cina?

Jepang-Mekong
Hubungan antara Jepang dan Negara-negara di ASEAN umumnya telah terjalin lebih dari 30 tahun yang lalu. Kebijakan Luar Negeri Jepang terhadap ASEAN dimulai pada tahun 1977 dengan Fukuda Doctrine. Pada tahun 1987, Takeshita Doctrine diterapkan oleh Jepang. 10 tahun berikutnya, Hashimoto Doctrine menggebrak kebuntuan hubungan antara Jepang dan ASEAN. Sejak tahun 1997, Jepang kembali merajut hubungan dengan Negara-negara di ASEAN.
Sejak tahun 2007, Jepang mulai memfokuskan diri pada Negara-negara di wilayah aliran sungai Mekong. Ditandai dengan Japan-Mekong Partnership Program semakin mengeratkan hubungan Negara-negara wilayah sungai Mekong dan Jepang. Pada bulan Januari 2008, untuk pertama kalinya dilangsungkan pertemuan antara Menteri Luar Negeri. Pertemuan ini berlanjut ke pertemuan berikutnya di Siem Reap, Kamboja, pada 3 Oktober 2009. Tidak sampai sebulan, pertemuan antara Menteri Ekonomi dilangsungkan di Hua Hin, Thailand, pada 24 Oktober 2009. Tahun 2009 juga ditetapkan sebagai Mekong-Japan Exchange Year.
Jepang menetapkan tiga prioritas utama dalam hubungan ini. Pertama, pembangunan ekonomi berkelanjutan di wilayah aliran Sungai Mekong. Kedua, Memajukan hubungan antara Jepang dan Negara-negara di wilayah Mekong. Ketiga, pemenuhan potensial dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah Mekong.
Dalam Pertemuan Tingkat Tinggi di Tokyo, Jepang berjanji akan memberikan bantuan sebesar 500 miliar Yen selama tiga tahun ke depan. Reboisasi dan Manajemen Air di wilayah Mekong juga menjadi agenda bantuan Jepang. Jepang memang berniat membantu menciptakan “Satu Dekade Menuju Mekong Hijau” yang akan dimulai pada tahun 2010. Jepang juga membantu dalam pembangunan infrastruktur di wilayah Mekong, yakni infrastruktur untuk “Segitiga Perkembangan”, “Koridor Ekonomi Timur-Barat dan Selatan”.

Cina-Mekong
Sejak tahun 1992, Cina dan Negara-negara di wilayah Mekong telah membangun hubungan di bawah naungan Greater Mekong Subregion (GMS). Hubungan ini diprakarsai oleh Asian Development Bank (ADB). Berdasarkan hubungan ini diharapkan dapat menumbuhkan perekonomian di wilayah Mekong. Cina memainkan peranan dalam mengembangkan hubungan ekonomi regional di kawasan tersebut dan mengintegrasikan pembangunan antara Mekong dan wilayah barat daya Cina. Dengan demikian kemiskinan di wilayah Mekong dapat diberantas.
Cina turut membantu dalam pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut. Pembangunan Jalur Rel Kereta Trans-Asia. Pembangunan jalan tol sepanjang 2.000 km dari Kunming ke Bangkok via Laos. 1.500 kilometer jalan tol juga dibangun melintas dari Da Nang, Vietnam menuju Myanmar melalui Laos dan Thailand. Cina juga membantu pembangunan stadion di Laos untuk persiapan SEA Games 2009.
Sedangkan Cina memperoleh keuntungan penuh dalam mendapatkan sumber daya alam dari Negara-negara wilayah Mekong. Cina menjadi investor utama di Myanmar, investasi Cina mencapai nilai AS$ 280 juta. Cina sebaliknya mendapatkan pasokan gas dan minyak bumi dari Myanmar. Cina juga mendapatkan keuntungan dari pembangunan bendungan di wilayah Mekong. Hal ini membantu kedua belah pihak menambah pembangkit listrik tenaga air.
Pertambangan dan kebutuhan akan kayu juga menjadi alasan Cina tetap menjalin hubungan baik dengan wilayah Mekong. Pertambangan Bauksit dan Alumunium di Kamboja, Laos dan Vietnam merupakan salah satu contohnya.

Cina-Jepang-Mekong
Kualitas hubungan antara Cina-Mekong dan Jepang-Mekong memiliki sisi positif dan negatifnya. Hubungan antara Cina dan wilayah Mekong terlihat lebih kuat karena mereka memulai hubungan lebih awal daripada Jepang. Tetapi Cina memberikan dampak buruk bagi wilayah Mekong. Hal ini disebabkan oleh pembangunan bendungan oleh Cina. Bendungan-bendungan ini di satu sisi memberikan pasokan energi yang besar, akan tetapi di sisi lain wilayah Mekong sering dilanda banjir akibat manajemen air yang kurang baik.
Sedangkan Jepang terlihat tertinggal dari Cina dalam hubungan wilayah Mekong. Jepang memanfaatkan sisi buruk yang disebabkan oleh Cina. Jepang membantu dalam reboisasi dan manajemen air , sehingga mewujudkan wilayah “Mekong Hijau”.
Kedua Negara besar ini memang terlihat bersaing dalam memperebutkan pengaruh di wilayah Mekong. Tetapi hal yang lebih penting adalah bagaimana Negara-negara di wilayah Mekong ini memanfaatkan persaingan tersebut untuk mengembangkan wilayahnya. Mengambil sisi yang positif dan membuang sisi yang negatif.