Senin, 31 Agustus 2009

Las Vegas Asia

Pada tanggal 26 Juli 2009, terjadi pemilihan Ketua Eksekutif untuk Daerah Administratif Khusus Macau. Dia adalah Chui Sai On yang akan menggantikan Ho Hau Wah, yang akan selesai masa tugasnya pada tanggal 19 Desember 2009.
Chui Sai On menjabat sebagai sekretaris pada pemerintahan Ho Hau Wah selama dua kali berturut-turut. Sekarang dia menjadi Ketua Eksekutif yang ketiga, setelah Ho Hau Wah secara berturut-turut terpilih menjadi ketua. Chui Sai On memiliki latar belakang yang cukup baik, dia lahir pada tahun 1957 di Macau dan berkebangsaan Cina. Kemudian dia merupakan satu-satunya pejabat yang memiliki gelar Phd di bidang Kesehatan Masyarakat yang dia dapatkan pada Universitas Oklahoma, Amerika Serikat. Terpilihnya Chui Sai On juga tidak terlepas dari jabatan sebelumnya sebagai sekretaris masalah sosial dan kebudayaan yang dia perankan dengan sangat baik.
Pada tanggal 13 Agustus 2009, Presiden Hu Jintao memberi selamat dan dukungan kepada ketua eksekutif terpilih. Chui Sai On diharapkan dapat meningkatkan Macau di segala aspek.
Chui Sai On dalam pidatonya setelah terpilih menjadi Ketua yang baru mengatakan bahwa akan memperioritaskan pada masalah sosial dan ekonomi akibat krisis finansial global. Dalam mengatasi krisis ini dia menekankan pada pendekatan langsung pada masyarakat Macau (people-oriented approach). Kemudian akan meningkatkan kualitas perumahan, menyelesaikan masalah pengangguran, memfokuskan pembangunan pada bidang transportasi, kemudian melawan korupsi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan efisien.
Pemilihan Chui Sai On ini bertepatan dengan 10 tahun Macau dikembalikan kepada Cina dari tangan Portugis, yaitu tahun 1999, tepat dua tahun Hong Kong juga kembali kepada Cina. Dalam 10 tahun ini, Macau telah berkembang menjadi daerah yang maju. Hal ini terlihat pada pertumbuhan GDP yang tinggi, pada tahun 2004 sebesar 28,4 %, pada tahun 2005 sebesar 6,9 %. Kemudian pada tahun 2006, meningkat menjadi 16,6 %. Peningkatan ini menjadikan Macau salah satu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.

Judi
Perjudian dan Kasino menjadi salah satu aset penting di Macau, karena perjudian menjadi salah satu tulang punggung ekonomi di daerah administratif khusus tersebut. Sebutan Las Vegas Asia mungkin cocok dengan Macau. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kasino yang bertebaran di Macau. Kebanyakan penjudi yang bermain di Macau berasal dari Cina Daratan. Pada tahun 2002, hanya 37% pengunjung dari Cina Daratan. Tetapi pada tahun 2006, meningkat menjadi 54%
Kasino-kasino dibangun layaknya Las Vegas di Nevada, Amerika Serikat. Bangunan-bangunan ini tidak hanya kasino saja, tetapi juga dilengkapi dengan hotel dan ruang pertemuan. Pada tahun 2002, Macau hanya memiliki 11 kasino yang terdiri dari 339 meja permainan dan 808 mesin slot. Pada tahun 2007, semua angka ini meningkat pesat, Macau memiliki 26 kasino, 2.970 meja permainan dan 7.349 mesin slot.
Seiring dengan perkembangan ekonomi, perkembangan di bidang perjudian juga terus meningkat. Tetapi Macau tidak mau berhenti hanya pada bidang perjudian saja, Macau juga terus mengembangkan sektor perhotelan, hiburan dan pariwisata.
Terkait dengan perjudian, Chui Sai On akan terus mengembangkan industri perjudian agar bisa terus bertahan hingga masa yang akan datang. Industri ini mendatangkan keuntungan sebesar AS$ 13.7 Miliar pada tahun lalu, peningkatan dari tahun ke tahun sebesar 31%. Tetapi pada pertengahan tahun ini menurun sebesar 12% akibat krisis finansial. Kemudian dia juga menginginkan lingkungan bisnis yang kondusif dan mengembangkan pariwisata antara Guangdong, Hong Kong dan Macau.
Mengenai mengembangkan kerja sama ini, Ketua Eksekutif Hong Kong, Donald Tsang mendukung adanya kerja sama yang lebih erat antara daerah administratif khusus ini. Sehingga perekonomian antar dua daerah ini, dan bahkan kota-kota di sekitar Delta Sungai Mutiara dapat lebih berkembang.

Taiwan
Hanya Taiwan yang belum kembali ke pangkuan Cina, setelah hampir 60 tahun merdeka. Usaha reunifikasi terus dilakukan oleh Cina hingga sekarang. Dengan Hong Kong dan Macau sebagai ujung tombak keberhasilan diterapkannya kebijakan ”Satu Negara, Dua Sistem”, Cina terus berusaha melakukan reunifikasi dengan Taiwan.
Tetapi Taiwan tidak bergeming, apalagi di bawah pimpinan Partai Progresif Demokratik. Taiwan justru berusaha untuk merdeka, menjadi sebuah negara yang terlepas dari bayang-bayang Cina. Tetapi setelah Kuomintang merebut kembali tampuk kepemimpinan, Cina bisa sedikit bernafas lega. Karena Taiwan tidak meneruskan perjuangan untuk merdeka. Tetapi di sisi lain juga tidak ada reunifikasi di antara kedua pihak. Hal ini menandakan bahwa Ma menginginkan mempertahankan status quo yang dimiliki Taiwan sekarang. Oleh karena itu, Cina harus memanfaatkan dengan baik dan memperdalam hubungan dengan Taiwan pada masa pemerintahan Kuomintang ini.
Cina menginginkan terciptanya hubungan yang dinamis di antara kedua daerah. Cina mengembangkan hubungannya mulai dari bidang ekonomi, perdagangan, dan pariwisata. Cina sudah memberlakukan penerbangan langsung dari Cina daratan langsung menuju Taiwan. Mengenai hal ini, Chui beranggapan bahwa akan lebih baik lagi bila dibuka jalur penerbangan via Macau. Kemudian hubungan antara Macau dan Taiwan, Chui menerapkan kebijakan satu Cina. Akan tetapi hubungan perdagangan dan pertukaran budaya akan terus digalakkan.
Terkait dengan bantuan dana untuk bencana Topan Morakot yang merenggut ribuan jiwa dan meluluhlantakkan Taiwan. Cina mengucurkan dana jutaan yuan untuk membantu korban. Bantuan berasal dari berbagai macam organisasi mulai dari Palang Merah, Bank, Asosiasi Buddhis, dan perusahaan-perusahaan besar. Macau menyumbang AS$ 1.52 Juta. Sedangkan Hong Kong menyumbang dana sebesar AS$ 6.3 Juta. Bantuan-bantuan dari seluruh negara juga sudah mulai berdatangan.

Dalai Lama dari Xinjiang

Kerusuhan di Xinjiang pada tanggal 5 Juli 2009, yang menyebabkan ratusan orang meninggal dan ribuan orang luka-luka. Siapa yang harus bertanggung jawab atas tragedi ini?
Pemerintah Cina menganggap kerusuhan di Xinjiang bukan bentrokan antar etnis Uighur dan etnis Han, meskipun ratusan orang Han dan puluhan orang Uighur menjadi korban dalam peristiwa tersebut. Menurut pemerintah Cina, kejadian ini merupakan tindak kejahatan, dan setiap kejahatan ada dalangnya. Cina menganggap kejadian mengenaskan ini dikomandokan oleh Rebiya Kadeer.

Tersangka
Pemerintah Cina menjadikan Rebiya Kadeer tersangka dalam tragedi 5 Juli 2009. Siapa Rebiya Kadeer? Ia merupakan pemimpin separatis dari Xinjiang, yang kemudian menjadi pemimpin dari World Uighur Congress (WUC). Rebiya Kadeer merupakan seorang milyuner perempuan dari provinsi yang kaya sumber alam ini dan dinobatkan pada tahun 1995 sebagai orang terkaya kedelapan di Cina. Reformasi dan Keterbukaan yang membawa Rebiya ke puncak kekayaan. Kemudian kebijakan “Pergi ke Barat”, yang merupakan kebijakan untuk memajukan daerah barat Cina, menjadikannya semakin makmur.
Kemudian kesuksesannya berlanjut, Rebiya menjadi anggota Komite Nasional untuk Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Cina (CPPCC). Badan ini merupakan badan penasehat tertinggi di Cina.
Akan tetapi kesuksesannya tidak berlangsung lama, karena pada tahun 1999, Rebiya dipenjara karena masalah politik, membahayakan bagi negara, dan masalah penyelewengan pajak. Ia dihukum selama 6 tahun, karena pada tahun 2005, Rebiya dibebaskan dan kemudian mengasingkan diri ke Amerika sampai sekarang.
Setelah peristiwa kerusuhan tersebut Rebiya ternyata dibenci oleh para pengguna internet di Cina. Bahkan nama Rebiya Kadeer disensor di Cina. Hal ini menunjukkan bahwa Rebiya sudah menjadi musuh publik dan berbahaya bagi Cina. Sensor ini juga berlaku bagi kata Falun Gong dan demokrasi.

Hubungan Luar Negeri
Kunjungan Rebiya ke Jepang pada tanggal 29 Juli 2009, menuai banyak kecaman dari pemerintah Cina. Hal ini juga semakin memperburuk hubungan antara Cina dan Jepang, yang pada beberapa tahun terakhir ini mulai kelihatan membaik. Hubungan yang mulai membaik ini terlihat dari perdagangan dan investasi oleh kedua negara meningkat sejak 20 tahun terakhir ini.
Pihak Jepang menerima Rebiya di Jepang karena memang tidak ada misi politik dalam kunjungan Rebiya. Tetapi Cina beranggapan lain, apalagi Cina masih sensitif setelah terjadinya kerusuhan di awal bulan Juli tersebut. Menurut Harian Rakyat (31/07/09), bagi Jepang kunjungan Rebiya ke Jepang merupakan kunjungan bisnis rutin dan tidak akan merusak hubungan antara Cina dan Jepang. Sedangkan bagi Cina mengijinkan Rebiya masuk Jepang mengakibatkan rusaknya image Jepang di mata Cina.

Mengingat bahwa konstalasi politik di kawasan Asia Timur masih belum stabil, karena masih ada Korea Utara yang menjadi isu panas akhir-akhir ini. Hal ini juga disebabkan oleh kedua negara yang menjadi bagian dari perundingan enam negara (Six Party Talks) yang membahas nuklir Korea Utara. Bila kedua negara juga menunjukkan ketegangan, maka tidak akan terwujud kawasan yang kondusif di Asia Timur.
Setelah dari Jepang, Rebiya juga berencana untuk mengunjungi Negeri Kangguru, Australia. Rencananya Rebiya datang ke Australia untuk menghadiri Festival Film Melbourne yang menayangkan film dokomenter mengenai dirinya pada tanggal 8 Agustus. Kemudian pada tanggal 11 Agustus direncanakan akan menghadiri Klub Pers Nasional dan memberikan pidato yang ditayangkan di televisi.
Cina tidak berpangku tangan, tetapi langsung bereaksi terhadap kunjungan Rebiya ke Australia. Respon yang dilakukan Cina adalah meminta panitia Festival Film Melbourne untuk menarik film dokumenter mengenai Rebiya Kadeer. Kemudian terjadi peristiwa hacking yang mengganggu penjualan tiket festival film tersebut, terutama untuk film dokumenter tersebut dan memunculkan bendera Cina pada komputer-komputer milik panitia festival tersebut. Protes-protes juga dilakukan oleh para sutradara dari Cina yang mengundurkan diri dan menarik filmnya dari festival.
Hubungan antara Cina dan Turki juga mengalami kerenggangan. Turki merupakan negara yang sangat mendukung etnis Uighur, yang memang memiliki kedekatan budaya di antara keduanya. Warga negara Turki merupakan pemrotes paling lantang di antara negara-negara lainnya dan menjadi satu-satunya negara yang secara jelas memprotes Cina setelah kerusuhan terjadi. Kemudian menjadi negara yang langsung menyetujui permohonan visa dari Rebiya Kadeer. Rebiya mendapatkan dukungan penuh dari Turki.
Kunjungan-kunjungan yang dilakukan oleh Rebiya mirip dengan Dalai Lama. Kunjungan ini juga bersifat diplomasi dan mencari dukungan dari negara yang dikunjungi. Tidak hanya kunjungan-kunjungan yang meniru Dalai Lama tetapi pengasingan yang dia lakukan juga mengikuti Dalai Lama. Hal ini diharapkan dapat menarik simpati dari banyak pihak, yang pada akhirnya Xinjiang dapat terlepas dari Cina.
Menurut The Economist (09/07/09), Rebiya Kadeer bukanlah seorang Dalai Lama, kepopuleran yang dimiliki oleh Dalai Lama jauh lebih besar daripada Rebiya Kadeer. Dalai Lama merupakan pemenang Nobel di bidang perdamaian. Jadi jalan masih panjang bagi Rebiya untuk menjadi seperti Dalai Lama. Dan sudah tentu pemerintah Cina tidak akan tinggal diam terhadap aksi-aksi yang dilakukan oleh Rebiya Kadeer selanjutnya.