Sabtu, 27 Desember 2008

30 TAHUN REFORMASI RRC : IDEOLOGI

Rahmadanu Pradityo


Sejak Sidang Pleno Ketiga dari Kongres ke-11 Komite Pusat PKC, RRC memulai reformasi ekonomi. Dengan dimulainya reformasi dan keterbukaan, RRC yang pada awal berdirinya, memulai pembangunan ekonomi dengan sistem ekonomi terpusat, kini menggunakan sistem ekonomi pasar. Tujuan utama dari pemerintah RRC adalah pertumbuhan ekonomi. Dapat dilihat bahwa setelah dimulainya reformasi ekonomi, perekonomian RRC melesat jauh meninggalkan negara-negara berkembang lainnya. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi berdasarkan ekonomi pasar sebenarnya bertentangan dengan ideologi komunisme yang dianut oleh RRC.

Pemerintah RRC berusaha keras untuk menyelesaikan perdebatan ideologi ini. Menyebabkan munculnya dua kubu, yaitu kubu non-reformis dan kubu reformis. Kubu non-reformis tidak menginginkan perekonomian RRC didasarkan pada sistem ekonomi pasar, melainkan pada sistem ekonomi terpusat. Sedangkan kubu reformis berpandangan sebaliknya. Kubu ini berpendapat bahwa sistem ekonomi terpusat tidak membawa kemajuan pada perekonomian RRC. Oleh karena itu, diperlukan sistem ekonomi yang membuka peluang bagi adanya persaingan dalam pasar. Karena hanya dengan adanya persaingan dalam pasar, maka perekonomian RRC dapat berkembang.

Perdebatan ideologi di atas ini mendorong pemerintah RRC untuk melakukan suatu ”modifikasi” ideologi. Modifikasi ini dilakukan pemerintah RRC untuk mengabsahkan RRC menjadi negara yang berideologi komunis dengan sistem ekonomi pasar. Modifikasi ini juga mendorong pemerintah RRC untuk melakukan amandemen pada konstitusinya. Modifikasi ideologi dan amandemen konstitusi yang dilakukan RRC sangat besar pengaruhnya bagi perekonomian Cina.

Modifikasi Ideologi RRC

Pada tahun 1978, Deng melakukan dekolektivisasi. Komune di seluruh wilayah RRC dibubarkan, sehingga tidak ada lagi hak milik bersama, yang ada hanyalah hak milik pribadi. Dekolektivisasi berubah menjadi sistem tanggung jawab yang memberikan kekuasaan penuh kepada petani untuk berproduksi. Memang jika ditinjau dari segi ekonomi, sistem ini meningkatkan sektor pertanian secara cepat, tetapi bila dilihat dari sisi ideologisnya, pembubaran komune dan ditetapkannya sistem hak milik pribadi menjadi indikator bahwa negara yang memberlakukan sistem tersebut bukan negara komunis. Oleh karena itu, Deng membutuhkan solusi untuk menyelesaikan perdebatan mengenai sistem ekonomi tersebut.

Maka pada Kongres XIII PKC tahun 1987, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Zhao Ziyang mengemukakan RRC masih ada pada ”Tahap Awal Sosialisme”. Penyelesaian persoalan ideologi dengan cara seperti ini dikatakan ”lihai” karena pemerintah RRC berharap pernyataan Zhao ini dapat meyakinkan kubu non-reformis dan rakyat RRC, masih tetap merupakan negara sosialis di bawah kekuasaan PKC, yang belum sampai pada tahap lanjut penguasaan total alat produksi oleh kaum proletar. Oleh sebab itu, pada tahap ini setiap orang masih boleh memiliki modal dan alat produksi. Hal ini diperkuat dengan tujuan utama ”Tahap Awal Sosialisme” yaitu perkembangan ekonomi, sehingga fenomena kapitalisme seperti kepemilikan perusahaan swasta masih memiliki peranan positif. Sosialisme tahap awal ini memerlukan waktu 100 tahun untuk berkembang ke tahap selanjutnya.

RRC membutuhkan sistem ekonomi pasar untuk memajukan perekonomiannya. Maka pemerintah RRC mencanangkan konsep baru, yaitu ”Ekonomi Pasar Sosialis”. Menurut I.Wibowo dalam bukunya Belajar dari Cina, hal ini bertujuan untuk tetap meyakinkan orang yang anti-kapitalisme bahwa RRC masih memegang teguh perjuangan sosialismenya. Sedangkan di telinga investor asing atau orang di luar RRC, istilah itu juga sudah terasa cukup meyakinkan bahwa RRC tidak lagi memeluk komunisme. Dari kedua konsep di atas muncullah konsep ”Sosialisme Dengan Karakteristik Cina”, yang dijadikan sebagai pedoman pembangunan perekonomian RRC pada saat itu.

Guna mengabsahkan konsep-konsep di atas, diperlukan sebuah kerangka pemikiran yang jelas, yang disahkan pada Kongres PKC ke-14 pada tahun 1992. Kerangka pemikiran ini disebut ”Teori Deng Xiaoping” (Deng Xiaoping Lilun). Sama halnya dengan ”Pemikiran Mao Zedong (Mao Zedong Sixiang) yang digunakan untuk melengkapi pemikiran dari Marx maupun Lenin.

Pada Kongres PKC ke-15 tahun 1997, Jiang Zemin kembali menegaskan bahwa RRC masih dalam ”Sosialisme Tahap Awal”. Konsep ”Sosialisme Tahap Awal ini adalah tahap dimana ekonomi RRC pada tingkat awal. Tujuan tahap ekonomi ini adalah menuju keberhasilan ekonomi yang berdasarkan kekuatan produktivitas masyarakat RRC.

Setelah disahkannya Teori Deng Xiaoping, sekarang giliran Jiang Zemin yang mengumumkan konsepnya sendiri. Pada tahun 2000, Jiang mengeluarkan konsep baru yakni ”Tiga Perwakilan” (San Ge Daibiao). Pada waktu itu, Jiang mengadakan perjalanan ke Guangdong dan mempropagandakan konsep tersebut. Konsep ini disebut sebagai ”Tiga Perwakilan” (San Ge Daibiao), karena dalam konsep ini, partai mewakili ”kekuatan produktivitas termaju, kebudayaan yang termaju dan minat dasar dari masyarakat RRC”. Konsep ini merupakan pengakuan PKC terhadap sektor non-negara di bidang ekonomi. PKC juga melegitimasi pengusaha swasta sebagai anggota partai. Sejak saat itu, kampanye ”Tiga Perwakilan” mendominasi media massa dan menjadi topik pembicaraan yang hangat dalam kelompok-kelompok diskusi di RRC. Dari Februari sampai November 2000, Harian Rakyat (Renmin Ribao) mencetak lebih dari 200 halaman tentang konsep ”Tiga Perwakilan” dan segala macam laporan bagaimana konsep tersebut disebarluaskan di seluruh RRC. Sekitar satu setengah tahun kemudian, tepatnya pada Peringatan Hari Ulang Tahun PKC ke-80 tahun 2001, Jiang mengulangi kembali konsepnya tentang ”Tiga Perwakilan”. Lalu pada Kongres PKC ke-16 tahun 2002, Jiang berhasil memasukkan ajarannya tersebut ke dalam konstitusi Partai.

Kemudian pada era Hu Jintao dan Wen Jiabao sekarang ini, konsep ”Masyarakat Harmonis” (Hexie Shehui) menjadi konsep terdepan yang digaungkan di RRC. Pada 8-11 Oktober 2006, Sidang Pleno Keenam, Komite Pusat PKC, ditetapkan konsep ”Masyarakat Harmonis” (Hexie Shehui). Konsep ini bertujuan untuk mengecilkan kesenjangan antara masyarakat kaya dan miskin di RRC. Hal ini merupakan efek negatif dari reformasi ekonomi yang dilakukan RRC 30 tahun yang lalu. Tetapi konsep ini bila dilihat dari sisi ideologis berlawanan dengan konsep komunis, yaitu pertentangan kelas. Bila diciptakan suatu masyarakat yang harmonis, maka tidak ada lagi pertentangan kelas antara kaum proletar dan borjuis.

Konsep lainnya yang juga dipropagandakan adalah ”Pembangunan Berciri Ilmiah” (Kexue Fazhan). Konsep ini berdasarkan tiga pemikiran penting dari tiga generasi sebelumnya yaitu Marxisme-Leninisme, Pemikiran Mao Zedong, Teori Deng Xiaoping, dan ”Tiga Perwakilan”. Tujuan ”Pembangunan Berciri Ilmiah” (Kexue Fazhan) adalah untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang semakin parah di RRC.

Modifikasi-modifikasi ideologi yang dilakukan oleh RRC sejak tahun 1978-2008 dapat dikatakan bersifat pragmatis. Karena para pemimpin RRC mengeluarkan kebijakan-kebijakan tersebut berdasarkan kondisi dan keadaan RRC pada saat itu. Setelah melihat modifikasi-modifikasi terhadap ideologi RRC ini, dapat dilihat bahwa ideologi ini masih dapat dimodifikasi atau bahkan 100% berubah. Sampai kapan RRC melakukan modifikasi ini atau akan terus menggunakan ideologi ”Sosialisme Berkarakteristik Cina”, hanya waktu yang bisa menjawabnya.



I. Wibowo, Negara & Masyarakat : Berkaca dari Pengalaman Republik Rakyat Cina, (Jakarta : Gramedia, 2000), hal 77


Susan Young, ”The Private Sector in China’s Economic Reforms” dalam Christopher Hudson, China’s Handbook, (Chicago & London : Fitzroy Dearborn Publishers, 1997), hal. 157


Richard Baum, “The Fifteenth Party Congress : Jiang Takes Command”, The China Quarterly, No. 153, (March, 1998), hlm. 143


Zheng Yongnian, “Technocratic Leadership, Private Entrepreneurship, and Party Transformation in the Post-Deng Era” dalam John Wong and Zheng Yongnian (eds), China’s Post-Jiang Leadership Succession : Problems and Perspectives, (Singapore : Singapore University Press and World Scientific Publishing. Co. Pte, Ltd, 2002), hlm. 116


I. Wibowo, “Party Recruitment : From Crisis to Private Entrepreneurs” dalam Wang Gungwu and Zheng Yongnian, Damage Control : The Chinese Communist Party in the Jiang Zemin Era, (Singapore : Eastern Universities Press, 2003), hlm. 198