Senin, 14 September 2009

Dilema Morakot

Badai Morakot tidak membawa bencana dan korban yang masif terhadap China, tetapi di balik itu, Badai ini membawa bencana rusaknya hubungan antara China dan Taiwan.
Hal ini disebabkan oleh berkunjungnya Dalai Lama, seorang pemimpin spiritual Tibet, yang dituduh oleh pemerintah China sebagai tokoh pemisah antara China dan Tibet. Dalai Lama selama 50 tahun berada di pengasingan di Dharamsala, India. Sampai sekarang belum ada kesepakatan untuk memperoleh stabilitas untuk Tibet beserta rakyatnya.
Ditandai dengan datangnya Dalai Lama ke Taiwan, memberikan China dilema. Karena pemerintah China harus berhadapan dengan dua masalah sensitif yang sampai sekarang belum dapat ditemukan solusinya. Tibet dan Taiwan juga merupakan dua wilayah yang menuntut adanya pemisahan dan kemerdekaan dari China.

Dampak Dalai Lama
Misi kedatangan Dalai Lama ke Taiwan adalah mendoakan para korban bencana dan melepaskan arwah para korban yang meninggal. Misi ini merupakan misi kemanusiaan dan tidak ada misi politik atau pun agenda politik. Berdasarkan survei yang dirilis pada tanggal 28 Agustus 2009, kunjungan Dalai Lama merupakan kunjungan kemanusiaan, tetapi sebagian menganggap kunjungan Dalai Lama merupakan sebuah manuver politik dan sebagian lainnya menganggap bahwa diperlukan perhatian yang lebih terhadap penanggulangan bencana.
Tetapi kunjungan ini tetap mengundang kemarahan China apapun alasannya, karena China selalu menentang negara yang menerima kedatangan Dalai Lama.
Dalam hal ini, China justru tidak menyalahkan Presiden Ma Ying Jeou, melainkan menyalahkan Partai Progresif Demokratik (DPP) yang mengundang Dalai Lama. China menunjukkan sikap yang bersahabat dengan Kuomintang (KMT). Tujuannya adalah China tidak menginginkan hubungan yang sudah membaik ini kembali hancur. China juga tidak mau disebut sebagai negara negara yang tidak memiliki peri-kemanusiaan. Karena tidak mengijinkan mendoakan korban bencana.
Meskipun China tidak menyalahkan Ma, China tetap memberikan reaksi keras dengan membatalkan dua kunjungan delegasi penting. Bahkan China juga memutuskan untuk tidak menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Tuna Rungu (Deaf Olympic) pada tanggal 5 September lalu di Taiwan.
Dari sudut pandang Taiwan, Presiden Ma tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui kedatangan Dalai Lama. Ma tidak ingin kehilangan legitimasi dihadapan rakyatnya. Karena sebelum kedatangan Dalai Lama, popularitas Ma Ying Jeou sudah menurun. Hal ini disebabkan oleh kurang sigapnya pemerintah Taiwan dalam menanggulangi para korban bencana. Dua pejabat pemerintah mengundurkan diri dan Presiden Ma memohon maaf sedalam-dalamnya akibat masalah ini.
KMT juga tidak mau merasa mengalah kepada DPP yang terlihat ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk menimbulkan friksi dalam hubungan China-Taiwan yang semakin lama semakin membaik. Pemerintah Taiwan juga terus memantau perjalanan dan agenda Dalai Lama agar tetap pada jalurnya dan tidak menyelipkan agenda politik dalam kunjungannya.

China –Taiwan
Hubungan antara China dan Taiwan dalam beberapa tahun terakhir ini membaik. Ditandai dengan kembalinya KMT ke puncak kekuasaan, setelah dua periode sebelumnya dikuasai oleh DPP.
Pada masa kekuasaan DPP, hubungan antar selat ini memburuk. Hal ini disebabkan oleh Chen Shui Bian menuntut adanya kemerdekaan bagi Taiwan. China tentu saja menolak adanya negara Taiwan. Karena China menganggap Taiwan sebagai bagian dari China yang belum kembali ke pangkuannya. Selama masa tersebut, tidak terdapat kontak fisik. Akan tetapi baik China maupun Taiwan masing-masing menunjukkan kekuatan militernya. Kedua belah pihak menandakan siap untuk perang bila hal itu sampai terjadi.
Dengan kembalinya KMT, China dapat bernapas lega. Karena KMT tidak menuntut adanya kemerdekaan. Tetapi mereka juga tidak menginginkan adanya reunifikasi. Taiwan di bawah kepemimpinan Ma Ying Jeou, lebih condong tetap mempertahan kan status quo tetapi tetap ingin menciptakan hubungan yang baik dengan China. Pada masa Ma ini, penerbangan langsung China-Taiwan dibuka. Neraca perdagangan juga mengalami peningkatan.
Tampaknya hubungan antara China dan Taiwan akan terus coba dipertahankan dan terus diperdalam di berbagai bidang. Masing-masing negara tampaknya belum menyentuh masalah reunifikasi yang merupakan masalah sensitif. Tetapi akankah China dan Taiwan reunifikasi? Atau kembali memburuk akibat sebuah kunjungan kemanusiaan? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Tidak ada komentar: