Minggu, 24 Oktober 2010

Tahun Macan Tanpa Macan

Setelah harimau Bali dan harimau Jawa, sekarang giliran harimau Sumatera yang mulai bersiap-siap menuju kepunahan. Hal ini bukanlah main-main karena saat ini populasi harimau Sumatera sekitar 400 ekor, sementara pada tahun 1970-an populasinya masih mencapai 1.000 ekor. Dalam 40 tahun, penurunan populasi harimau Sumatera sungguh signifikan. Lima tahun ke depan diprediksikan harimau Sumatera akan punah bila kita tidak melestarikan satwa langka tersebut.

Penyebab
Penyebab kepunahan harimau tidak lepas dari peran manusia yang selalu ”meng-gunduli” hutan. Kegiatan ini mau tidak mau menyebabkan satwa langka tersebut tidak memiliki tempat tinggal.
Kemudian perburuan dan perdagangan harimau penyebab lain kepunahan dari satwa yang dilindungi tersebut. Berdasarkan detik.com, semakin marak perdagangan or-gan harimau Sumatera di internet. Sebagian besar dijual ke China dan Korea Selatan den-gan jalur perdagangan dari Indonesia melewati Malaysia, Thailand dan Taiwan. Perburuan liar yang mengancam keberadaan harimau Sumatera membuat populasi satwa itu di wilayah Bengkulu tinggal 50 hingga 70 ekor
Konflik dengan manusia menjadi salah satu alasan mengapa harimau Sumatera mulai menghilang. Hal ini tidak lepas dari penebangan hutan dan semakin meningkatnya populasi manusia di sekitar habitat satwa langka tersebut. Akibatnya para harimau ini merambah pemukiman-pemukiman penduduk, yang ironisnya merugikan kedua belah pihak. Dari tahun 1998-2009, sebanyak 46 ekor harimau ditemukan mati akibat konflik dengan manusia dan perburuan di Riau.
Faktor lain yang menyebabkan harimau Sumatera punah adalah kemiskinan. Ma-nusia melakukan kegiatan perburuan terhadap satwa liar, yang merupakan mangsa atau makanan dari haimau Sumatera. Hal ini menyebabkan, satwa langka tersebut kehabisan makanan dan akibatnya manusia yang disantap oleh hewan loreng-loreng tersebut.

Upaya
Upaya pelestarian harimau Sumatera harus dilakukan secara menyeluruh. Semua elemen yang bersinggungan dengan satwa langka ini harus turut berpartisipasi, mulai dari pemerintah sampai masyarakat Indonesia.
Pemerintah melakukan upaya untuk menyelamatkan satwa tersebut melalui pena-taan ruang kawasan lindung. Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan mengatakan bahwa se-lain selaras dengan program lima tahun Kementrian Kehutanan, upaya konservasi meru-pakan langkah tindak lanjut kesepakatan tiga Menteri, yaitu Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Negara Lingkungan Hidup, dan Menteri Kehutanan, serta sepuluh Gubernur se-Sumatera tentang Penataan Ruang berbasis ekosistem.
Kawasan berfungsi lindung di Sumatera antara lain meliputi kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata, taman wisata laut dan taman buru. Sebanyak delapan suaka margasatwa dari total 23 suaka margasatwa yang ada di Sumatera ditujukan untuk pelestarian harimau Sumatera. Selain itu, telah di-tetapkan pula sebanyak 11 cagar alam dan 11 taman nasional di Sumatera untuk pelesta-rian spesies ini. Taman nasional yang ditetapkan sebagai tempat pelestarian Harimau Sumatera antara lain taman nasional Gunung Leuser, Batang Gadis, Tesso Nilo, Bukit Tigapuluh, Berbak, Kerinci Seblat, Bukit Barisan Selatan dan Sembilang.
Didirikannya Yayasan Penelitian Harimau Sumatera merupakan salah satu cara lain untuk menyelamatkan satwa langka tersebut. Yayasan ini terletak di provinsi Riau dan berfungsi untuk memantau sisa satwa yang masih bertahan hidup. Pusat penelitian tersebut akan didirikan pertama kali di wilayah Sinepis yang berada di Kabupaten Rokan Hilir. Kawasan hutan Sinepis yang berada di ujung timur laut pesisir Riau merupakan ha-bitat penting harimau sumatra. Kawasan yang dijadikan untuk konservasi harimau suma-tra itu seluas 106.086 hektare.
Dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), World Wildlife Fund (WWF) menetapkan ”Tahun Harimau 2010” yang menandakan dimulainya kampanye WWF tentang penyelamatan harimau dan habitatnya yang mulai pada 12 Februari 2010 hingga sepanjang tahun 2010. Menurut Devi Rameiyanti, Awareness Program Officer ProFauna Indonesia, mengatakan bahwa upaya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi juga ditempuh untuk konservasi harimau Sumatera. Caranya dengan Data Genom dan Bank Sperma, yang selanjutnya dapat dikembangkan pada proses pembuahan sel telur tanpa proses perkawinan secara normal atau inseminasi buatan.
Akan tetapi, semua upaya yang direncanakan tersebut akan menjadi sia-sia jika ti-dak melibatkan masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Sumatera khusus-nya. Sosialisasi mengenai penyelamatan harimau Sumatera ini harus mengena di masya-rakat. Bahkan sampai menumbuhkan kesadaran dan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap satwa yang dilindungi tersebut.

Tidak ada komentar: