Minggu, 03 Oktober 2010

Kebanjiran Imigran Gelap

Indonesia dari tahun ke tahun kebanjiran imigran gelap, terutama dari Negara Pakistan dan Afghanistan yang selama ini hidup dalam peperangan dan kemiskinan. Kasus teranyar adalah 29 imigran gelap yang berasal dari Afghanistan datang secara tak diundang ke ibukota Sulawesi Tengah, yakni Palu.

Menurut Irwan N Tangge, Pelaksana Harian Kepala Imigrasi Palu, ke 29 warga Afganistan itu adalah pengungsi Afganistan yang mencari suaka di Negara yang akan dituju yaitu, Australia dan Rusia. Memang tujuan dari para imigran gelap adalah Australia untuk meminta perlindungan atau suaka politik. Mereka menjadikan Indonesia sebagai tempat transit sebelum mereka menuju ke Negara tujuan.

Mengapa Kebanjiran?
Kantor Imigrasi Mataram mencatat sebanyak 300 Imigran gelap Afganistan masuk Indonesia melalui wilayah NTB selama tahun 2009. Seluruh Imigran gelap itu masing-masing ditangkap di sejumlah daerah seperti Kabupaten Bima, Lombok Timur, Lombok Tengah dan Lombok Barat. Adapun menurut Brigjen Pol Saud Usman Nasution, Direktur I Kamtranas, sepanjang tahun 2010 sebanyak 1.031 imigran gelap telah diamankan. Mereka berasal dari Afganistan 797 orang, Myanmar 29 orang, Srilanka 105, Irak 43 orang, Iran 57 orang.

Hal ini menjadi pertanyaan mengapa Indonesia terus kebanjiran imigran gelap? Karena Indonesia tidak bisa serta merta mengusir para imigran gelap tersebut disebabkan oleh Hak Asasi Manusia. Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB yang mengharuskan Indonesia menjunjung tinggi HAM. Jadi Indonesia harus memperlakukan mereka sesuai prosedur yang berlaku. Mantan Menteri Hukum dan HAM, Andi Matalatta mengatakan bahwa faktor penyebab suburnya jumlah pengungsi di Indonesia adalah karena letak Indonesia yang ada di persimpangan membuat negara kita ini menjadi tempat transit para imigran gelap.

Menurut pakar hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, Indonesia sudah mempunyai perjanjian dengan IOM (International Organization for Migration) suatu badan di bawah PBB tentang bagaimana mengatasi imigran gelap. Para imigran gelap itu dibiayai oleh IOM. Kemudian mereka disortir, lalu IOM yang akan mengirim orang bila ada Negara yang mau menerima atau dideportasi.

Kerugian
Kebanjiran imigran gelap bukanlah membawa keuntungan bagi Indonesia, akan tetapi membawa kerugian bagi Indonesia. Banyak catatan yang mengungkapkan bahwa para imigran gelap ini juga melakukan tindak kriminal seperti mencuri dan menimbulkan kericuhan di tempat penampungan.

Hal ini juga terjadi di Palu, setelah dari Mapolda mereka dititipkan ke sebuah Hotel untuk beristirahat. Namun hal ini justru membuat para imigran kabur dengan cara memanjat tembok dan menjebol atap hotel menuju perumahan warga. Hal ini menimbulkan kerugian baik pihak hotel maupun warga sekitar.
Contoh lainnya adalah ketika berada di tempat penampungan, para imigran itu mendapat uang saku dari IOM dalam bentuk dolar. Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan penduduk setempat yang berujung pada konflik antara imigran dengan penduduk setempat.

Penanggulangan
Berdasarkan hasil kegiatan Lokakarya Strategi Penanganan Imigran gelap di Indonesia Putaran ke VI, Ciamis yang diselenggarakan oleh International Organization for Migration (IOM) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan Bareskrim Markas Besar POLRI, cara menanggulangi fenomena imigran gelap adalah diperlukan Koordinasi lintas sektoral (inter-departemen), kemudian melakukan sosialisasi dengan masyarakat perbatasan, pantai, pedesaan, perkotaan tentang kepekaan terhadap keberadaan orang asing yang dicurigai untuk melapor ke Pemda, Polri, atau Kantor Imigrasi.

Meningkatkan profesionalisme aparatur penegak hukum dan keamanan. Serta memanfaatkan sarana dan prasarana yang saat ini dimiliki secara maksimal.
Perlu ditingkatkan kerjasama bilateral dengan negara lain, termasuk negara asal imigran gelap tersebut.

Adapun langkah-langkah dalam menanggulangi permasalahan tentang Imigran gelap di level Provinsi adalah pertama, optimalisasi Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing (SIPORA) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kedua, koordinasi intensif dalam rangka pencegahan permasalahan yang timbul akibat imigran gelap melalui jalur intelejen daerah (KOMINDA). Ketiga, sosialisasi lebih gencar kepada masyarakat di daerah berkaitan dengan kewaspadaan dini terhadap berbagai aktivitas orang asing baik luar negeri ataupun yang bukan warga setempat, selain tentang kemungkinan imigran gelap juga antisipasi terhadap aktivitas terorisme.

Menurut Hikmahanto Juwana, Indonesia harus memperbaiki sistem imigrasi. Setiap kedatangan imigran misalnya, dari negara-negara seperti Irak dan Iran yang tidak mempunyai uang yang cukup, membawa tiket satu arah harus dicurigai ada kemungkinan mereka akan jadi imigran ilegal.

Untuk mengatasi masalah imigran gelap ini, pemerintah sebenarnya sudah melakukan suatu aksi dengan membentuk sebuah satuan tugas (satgas) yang diketuai oleh Dirjen imigrasi. Satgas itu melibatkan semua instasi yang ada, termasuk IOM dan UNHCR. Satgas ini salah satunya bertugas mewawancarai dan membujuk imigran tersebut supaya mau kembali ke negara asalnya. Langkah selanjutnya adalah mengoptimalkan kinerja dari Satgas tersebut, jangan sampai pada awalnya bagus namun akhirnya melempem.

Tidak ada komentar: