Bencana alam merupakan sesuatu yang datangnya dari alam dan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Akan tetapi, hal ini bukanlah alasan untuk tidak dapat mencegah, memprediksi, bahkan mengantisipasi datangnya bencana tersebut.
Indonesia yang baru-baru ini merasakan derasnya air yang menyapu distrik Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat (04/10). Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Kementrian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan koordinasi dengan cabang-cabang yang terdapat di seluruh timur Indonesia untuk mengoptimalkan proses penanggulangan bencana dan bantuan untuk korban banjir.
Pada tanggal 6 Oktober PPK Kemenkes melaporkan bahwa sedikitnya 58 orang meninggal dunia, 1 diantaranya petugas kesehatan, 81 korban luka berat yang beberapa diantaranya sudah dirujuk ke RSUD Kabupaten Manokwari dan Nabire, serta ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Kementerian Kesehatan juga mengerahkan bantuan berupa pengiriman 100 buah kantong mayat, makanan pengganti ASI 1 ton, obat-obatan sebanyak 1 ton, serta mengirimkan 5 tenaga ahli kesehatan ke Wasior, Papua Barat. PPK Regional Makassar, Sulawesi Selatan telah mengirimkan set peralatan pengobatan bedah tulang (set ortopedis). Kemudian Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari yang telah mengirimkan 7 perawat dan 3 dokter.
Antisipasi
Hal-hal yang harus diantisipasi adalah penyakit yang kerap muncul setelah bencana banjir terutama kebutuhan akan air bersih. Karena sumber air bersih yang berada di lokasi bencana biasanya sudah tercemar lumpur. Selain pengiriman tenaga medis dan obat-obatan, pengiriman air bersih menjadi prioritas utama dalam penanggulangan bencana banjir
Kemudian penyakit-penyakit yang membuat bertambah parah para korban harus diantisipasi, bahkan dicegah sekalipun. Contoh penyakit yang sering muncul pasca banjir adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut, gatal-gatal, demam, dan diare. Perlu diwaspadai lagi adalah ancaman malaria, karena wilayah Papua dan Papua Barat merupakan wilayah endemis malaria.
Ketua Umum Pengurus Pusat PAEI (Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia) dr. I Nyoman Kandun, MPH mengatakan bahwa peranan ahli epidemiologi sangat penting, terutama dalam melakukan survei cepat kesehatan dan kebutuhan korban bencana.
Cina dan Bencana Alam
Sebagai contoh, Cina juga merupakan salah satu negara yang sering mengalami bencana alam. Kemudian dengan bertambah parahnya perubahan iklim, bencana alam kerap terjadi di Cina.
Dengan melihat frekuensi bencana alam yang begitu sering terjadi, maka Cina mengambil langkah pencegahan sebelum terjadi hal yang lebih parah lagi. Pada tahun 1998, Cina mengeluarkan Rencana Pengurangan Bencana Republik Rakyat Cina (1998-2010). Di dalamnya meliputi garis besar, tujuan dan metode pengurangan bencana.
Kemudian setahun setelah terjadinya gempa bumi di Sichuan pada Mei 2008, pemerintah Cina mengeluarkan White Paper : China’s Actions for Disaster Prevention and Reduction. Langkah ini merupakan langkah positif yang diambil Cina dalam rangka mengurangi dan mencegah terjadinya bencana alam. Cina membuktikan bahwa mereka tidak main-main dalam tindakan pencegahan dan pengurangan. Bersamaan dengan dikeluarkannya White Paper : China’s Actions for Disaster Prevention and Reduction, Cina juga menetapkan tanggal 12 Mei menjadi Hari Pencegahan dan Pengurangan Bencana.
Tujuan dikeluarkannya White Paper : China’s Actions for Disaster Prevention and Reduction ini adalah untuk membangun sistem kerja menyeluruh dan mekanisme operasional dalam hal pengurangan bencana; untuk memajukan kapabilitas dalam hal pengawasan, peringatan, pencegahan, persiapan, situasi darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi; untuk meningkatkan kewaspadaan publik terhadap pengurangan bencana dan keahlian penyelamatan pada situasi gawat darurat; terakhir adalah untuk mengurangi korban bencana dan kerugian dalam bidang ekonomi akibat bencana alam.
Berdasarkan White Paper : China’s Actions for Disaster Prevention and Reduction, pada akhir 2008, berdiri sebanyak 34.000 posko-posko sumbangan baik di kota besar dan di kota kecil. Kemudian terdapat 430.000 organisasi sukarelawan dan memiliki hampir 100 juta sukarelawan. Sukarelawan ini sebagian besar berasal dari Liga Pemuda Komunis, Palang Merah dan Administrasi Sipil.
Pemerintah Cina juga mengadakan latihan khusus manajemen situasi darurat sejak tahun 2005. Latihan ini ditujukan terutama untuk para pejabat di tingkat. Bahkan sejak tahun 2006, latihan khusus ini bertujuan untuk menghadapi banjir dan kekeringan.
Pada tingkat IPTEK, Cina mulai mengembangkan satelit yang lebih canggih untuk memprediksi dan mendeteksi segala macam bencana lebih dini. Sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilaksanakan.
Situasi yang terjadi setelah terjadinya gempa ini, menunjukkan bahwa Cina terus berusaha untuk meminimalisir korban dan kerugian yang akan menimpa Cina bila terjadi bencana alam yang mungkin lebih besar dari gempa Sichuan.
Menurut Zhang Hailun, Pengajar dari Institut Hidrologi dan Sumber Daya Air, Institut Riset Hidraulik Nanjing, mengatakan bahwa strategi mitigasi banjir di Cina terbagi menjadi tiga bagian : pertama, konservasi tanah dan air; kedua, pembangunan sistem kontrol banjir dan pemeriksaan banjir.
Kementrian Sumber Daya Air merupakan kementrian yang mengatur sumber daya air di seluruh negeri di Cina. Kemudian terdapat Komisi Aliran Sungai, yang merupakan tangan-tangan dari Kementrian Sumber Daya Air untuk mengatur fungsi administrasi air di sungai-sungai. Komisi ini berperan penting dalam mengatur sumber daya air sungai, mengkoordinasi banjir dan perlindungan dari kekeringan, dan sebagainya.
Cina juga memiliki “Pusat Pemeriksaan Banjir dan Perlindungan Kekeringan” (FPDDHQ) yang bertugas untuk memobilisasi kebutuhan-kebutuhan dan mengoperasikan sistem kontrol banjir. Bila terjadi banjir, koordinasi dalam operasi penanggulangan banjir diatur semuanya oleh badan ini.
Dengan melihat usaha-usaha Cina dalam menanggulangi bencana, diharapkan pemerintah Indonesia juga dapat mengikuti atau meningkatkan usaha dalam penanggulangan bencana agar dapat mengurangi jatuhnya korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar